Berita

Prodi Ekonomi FEB UMY Galakkan Diseminasi Riset Ekonomi Multidisiplin

Program Studi Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FEB UMY) menggalakkan diseminasi riset ekonomi multidisiplin. Forum Diseminasi Riset ini merupakan hasil kolaborasi dari Prodi Ekonomi dan International Program for Islamic Economics and Finance (IPIEF) UMY, Pusat Pengembangan Ekonomi (PPE), Laboratorium Prodi Ekonomi, International Journal of Islamic Economics and Finance (IJIEF), Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan (JESP), dan Journal of Economics Research and Social Sciences (JERSS).

Forum Diseminasi Riset ini bertujuan untuk meningkatkan atmosfer akademik di Prodi Ekonomi FEB UMY. Secara teknis, forum ini mengundang dosen-dosen, baik yang akan studi lanjut, sedang studi lanjut dan telah menyelesaikan studi lanjut S3, untuk mendiseminasikan penelitiannya. Kegiatan ini terbuka untuk mahasiswa, alumni, dosen, praktisi, dan masyarakat umum dan diselenggarakan secara online melalui platform Zoom. Forum Diseminasi Riset ini bisa diakses kembali melalui kanal YouTube IPIEF FEB UMY:

https://www.youtube.com/channel/UCKQ2TJHCqsyjXCa-GnCqBWg.

Dalam diseminasi riset kedua yang digelar pada Sabtu (27/3), Dr. Lilies Setiartiti, M.Si menyampaikan risetnya yang berjudul Critical Review: The Challenges of Agricultural Sector on Government and Food Security in Indonesia. Dalam risetnya, Lilies mengemukakan sebuah “Catatan Pinggir” Sektor Pertanian dalam Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. “Berkaca pada situasi sekarang, sektor pertanian mulai terpinggirkan dengan sektor industri yang tumbuh secara masif. Pada tahun 2018, sektor pertanian hanya berkontribusi sebesar 12,8% terhadap perekonomian nasional,” ungkap Lilies.

Isu ketahanan pangan dan sektor pertanian di Indonesia dihadapkan pada persoalan mengenai pola pertanian subsisten. Pemerintah harus mulai mengubah mindset petani serta memberikan lahan bagi petani skala kecil melalui program reformasi agrarian supaya petani kecil mendapatkan lahan yang lebih luas sehingga bisa menjadi wirausaha tani (Farm Preneurs) yang sejahtera karena dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Perubahan mindset petani skala kecil dari pola pertanian subsisten ke arah pertanian modern dan komersial terspesialisasi diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan Indonesia.

“Hal ini tentunya memerlukan dukungan dari multi-stakeholder yang terlibat dalam pembangunan sektor pertanian dan sektor keuangan. Sebagai contoh, pemerintah dapat memberikan berbagai kemudahan kredit bagi para petani agar dapat mengoptimalkan input (faktor-faktor produksi) pertanian sehingga produktivitas pertanian meningkat. Selain itu, standarisasi produk pertanian yang aman dan ramah lingkungan perlu dilakukan. Hal ini mengingat bahwa sektor pertanian dapat memberi sumbangsih terhadap pengurangan efek rumah kaca dan pemanasan global. Dalam hal daya saing produk pertanian, rendahnya daya saing komoditas ekspor pertanian salah satunya disebabkan oleh ketidakefisienan birokrasi dan juga tindakan korupsi. Akibatnya, produk pertanian Indonesia tidak dapat bersaing dengan produk luar,” jelas Lilies lagi.

Lilies juga memberikan pandangannya terkait rencana pemerintah yang hendak mengimpor beras. Ia menolak rencana pemerintah tersebut, mengingat stok beras di Indonesia yang masih tersedia cukup banyak dan akan berimbas pada matinya petani-petani kecil. “Saya secara pribadi menolak adanya impor beras, apalagi di tengah musim panen raya. Hal itu pasti akan memberikan dampak kerugian yang luar biasa pada petani. Apalagi ada perubahan peran Bulog menjadi perusahaan umum yang berarti berorientasi pada profit. Rezim boleh berbeda, namun jangan mengesampingkan kesejahteraan masyarakat, apalagi petani sebagai ujung tombak perekonomian Indonesia,” tegasnya.

Sementara itu, pada diseminasi riset pertama yang telah terselenggara pada Sabtu (27/02), Romi Bhakti Hartarto, M.Ec, dosen Prodi Ekonomi UMY menyampaikan risetnya yang berjudul Women Bargaining Power & Children Nutritional Status: Evidence from Indonesia. Penelitian ini menginvestigasi posisi tawar perempuan, yaitu ibu, terhadap kasus stunting anak di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh pentingnya peran ibu dalam menjaga kesehatan dan nutrisi anak. Stunting juga menjadi tantangan serius bagi Indonesia, mengingat negara ini masuk dalam kategori negara berpenghasilan menengah terbesar di dunia.

“Status sosial ekonomi ibu diharapkan dapat memberikan pengaruh yang menyeluruh terhadap stunting mengingat ibu merupakan pengasuh utama anak-anak. Hal ini tentunya tak lepas dari adanya faktor kultural yang dapat menentukan kedudukan ibu di rumah tangga, seperti norma-norma yang melekat pada garis keturunan. Temuan utama dalam penelitian ini adalah anak-anak dari ibu dengan posisi tawar yang lebih besar dalam rumah tangga memiliki anak dengan status gizi yang lebih baik, seperti memiliki kemungkinan lebih rendah mengalami stunting dan angka indikator pertumbuhan menurut umur yang lebih tinggi,” jelas Romi yang juga merupakan mahasiswa program doktoral Heriot-Watt University, Edinburgh, UK. (ind)