Petani merupakan salah satu profesi yang paling dekat dengan risiko terkena leptospirosis. Terutama di Yogayakarta, paling banyak kasus leptospirosis terjadi pada daerah pertanian misalnya di Bantul maupun Sleman. Hal ini dikarenakan para petani biasanya tidak memakai pelindung kaki atau sepatu but sehingga kulit mereka yang terluka kemasukan hewan penyebab leptospirosis.
Demikian disampaikan Ahli Penyakit Dalam Asri Medical Center-Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (AMC-UMY), dr. Agus Widiyatmoko, SpPD, M.Sc dalam diskusi terbatas ‘Perkembangan Kasus Leptospirosis di Yogyakarta’ di AMC Sabtu (7/8).
Lebih lanjut Agus menjelaskan leptospirosis bukan disebabkan bakteri ataupun virus tetapi sejenis hewan berbentuk spiral dengan ukuran yang sangat kecil dan mampu bertahan hidup hingga berbulan-bulan di air maupun tanah. “Mereka mampu berkembang biak di berbagai jenis hewan termasuk sapi, kambing, kuda, domba maupun anjing. Tetapi yang lebih sering dijumpai pada hewan pengerat khususnya tikus.”urainya.
Inilah yang bisa saja terjadi pada lahan-lahan pertanian misalnya sawah. Penyakit ini menular melalui kencing tikus sawah atau hewan pengerat lainnya. “Awalnya dia berada di dalam tubuh hewan lain misalnya tikus. Ketika tikus kencing penyakit ini kemudian ikut keluar. Padahal penyakit ini mampu bertahan di dalam air maupun tanah dengan ph netral sampai berbulan-bulan. Sehingga ketika sedang musim penghujan dan banjir penyakit ini mudah sekali menular kepada manusia. Apalagi di area persawahan yang selalu terendam air,”jelasnya.
Kemudian bagaimana proses penularan pada manusia. Agus menguraikan, penyakit ini menular melalui kulit manusia yang sedang terluka. “Ketika kulit sedang tergores kemudian terkena bekas kencing tikus hewan yang terjangkit penyebab penyakit leptospirosi, dengan mudahnya pasti akan tertular.”uranya.
Biasanya kasus ini juga banyak terjadi pada saat musim penghujan atau ketika ada banjir. Hal ini karena sisa-sisa air kencing tikus yang terjangkit leptospirosinya yang ikut hanyut. Kemudian banyak orang yang terendam dalam air. “Meskipun pada saat masuk ke dalam air kulit dalam keadaan sehat, namun ketika kulit terendam dalam air terus-menerus lama-kelamaan kulit akan menjadi lebih mudah sobek maupun mengelupas. Inilah yang kemudian memudahkan hewan penyebab leptospirosis masuk ke dalam tubuh manusia.”paparnya.
Gejala awal dari penyakit ini mirip dengan penyakit flu. Gejala awal dari penyakit ini mirip dengan flu misalnya demam kemudian terjadi nyeri otot terutama di daerah kaki dan ketika dipegang penderita merasa kesakitan. “Namun jika penderita sudah mulai terlihat matanya agak merah atau kekuningan kemudian sulit kencing berarti penyakit ini sudah menyerang ginjal. Karena dampak yang terparah adalah ketika sudah terjadi perdarahan dan kerusakan hati maupun ginjal. Dan sampai diperlukan cuci darah sementara untuk penanganan penyakit ini. Jika tidak segera ditangani penyakit ini akan menimbulkan kematian,”ujarnya.
Upaya untuk mencegah menurut Agus, ketika masuk ke daerah yang banyak air dan tidak jelas kebersihannya, misalnya pada saat banjir maupun di sawah, Agus menyarankan untuk memakai sepatu bot atau pelindung kaki. “Hal ini untuk mengurangi resiko terkena penyebab leptospirosis.”tegasnya.