Berita

Prostitusi Online, Dampak Negatif Kemajuan Teknologi

Prostitusi merupakan penyakit masyarakat yang menjadi masalah serius dan harus mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Praktik haram ini mulanya berasal dari masalah ekonomi masyarakat bawah sampai akhirnya harus melalukan pekerjaan seperti ini. Namun, belakangan ini prostisusi muncul bukan lagi dari kalangan kelas bawah, tetapi juga berkembang di kalangan atas dengan tarif yang sangat fantastis. Kemudian, transaksi bisnis haram ini pun tidak hanya dilakukan tatap muka secara langsung atau datang ke lokalisasi, tetapi sekarang juga dapat dilakukan secara online.

Dosen Megister Ilmu Hukum (MIH) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr. Yeni Widowaty, SH., M.Hum mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah lokalisasi terbanyak di dunia dengan pekerja yang berjumlah sampai 40 ribuan orang.

“Kementrian Sosial pada tahun 2013 telah memaparkan bahwa ada 168 lokalisasi di 24 provinsi dan 76 kabupaten dengan ribuan pekerja yang ada di seluruh Indonesia,” ujarnya saat melakukan diskusi yang diadakan oleh Megister Ilmu Hukum UMY bertemakan Prostitusi Online dari Aspek Hukum, Sosial, dan Kesehatan, Selasa (23/1) di ruang Study Hall MIH Gedung Pascasarjana Kampus Terpadu UMY.

Ia pun menjelaskan perundang – undangan yang dapat menjerat prostitusi juga mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Seperti kasus prostitusi online yang belakangan ini sedang marak. Peraturan prostitusi diatur dalam KUHP Pasal 296 dan 506, lalu pada tahun 2008 telah muncul undang – udang no. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang selanjutnya muncul Undang – undang No. 19 tahun 2016 yang mengubah UU ITE Tahun 2008.

“Semenjak marak terjadi praktik prostitusi online, mekanisme pertemuan dan transaksi antara Pekerja Seks Komersial (PSK) dengan “Si Hidung” belang pun berubah. Jika dulu orang harus datang ke lokalisasi, sekarang hanya perlu bertransaksi melalui dunia maya. PSK yang telah mempromosikan dirinya di media sosial dapat dengan mudah diakses oleh calon pengguna jasa untuk dipilih dan kemudian dipesan,” imbuhnya.

Diskusi ini juga dihadiri oleh Dr. Hasse J., M.A yang menjadi pakar dari sosial dan keagamaan memaparkan bahwa tindakan prostitusi online telah semakin mengugurkan moral yang tertanam di masyarakat. “Dulu orang malu kalau mau menyewa PSK, karena harus datang ke tempatnya. Kalau sekarang tinggal cari dan pesan melalui gawai dengan mudah tanpa harus malu untuk diketahui oleh orang lain,” ungkapnya.

Hasse juga mengatakan bahwa kemajuan teknologi telah menjadi salah satu alasan terjadinya degradasi etika seseorang. Ia mengatakan bahwa moral semakin terkikis akibat adanya kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan penanaman sikap budi luhur yang masif. Interaksi antar manusia secara langsung semakin berkurang, karena pertemuan fisik sudah tidak diminati. Hal ini yang menjadikan praktik prostitusi online semakin marak. “Pelaku bisnis ini baik pengguna atau penyedia jasa akan merasa aman dari pandangan negatif masyarakat, mereka tidak bertemu dengan banyak orang ketika melakukan transaksi,” ujarnya.

Pada akhir diskusi, dr. Mahendro Prasetyo Kusumo., MM menegaskan tidak ada perbedaan resiko kesehatan yang diakibatkan dari praktik prostitusi konfensional maupun online. “Yang berbeda hanya transaksi dan promosinya. Jangan sampai jumlah penderita penyakit menular yang diakibatkan oleh semakin banyak praktik bisnis haram ini,” katanya.

Dari diskusi ini dapat disimpulkan bahwa bisnis haram ini dilakukan bukan hanya karena himpitan ekonomi, karena banyak publik figur yang menjadi PSK dengan bandrol harga yang fantastis. Kemajuan teknologi akan memiliki dampak positif apabila diiringi dengan pendidikan moral yang terus dilakukan kepada masyarakat Indonesia.(ak)