Permintaan terhadap lulusan Fakultas Hukum dapat dikatakan banyak dan stabil. Menurut data (2003), setidaknya terdapat 200 Fakultas Hukum dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Bila setiap tahunnya masing-masing Fakultas Hukum tersebut meluluskan 100 mahasiswanya, maka dalam satu tahun ada sekitar 20.000 Sarjana Hukum baru se Indonesia. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Dr. Ir. Bambang Supriyadi, CES., DEA, selaku Koordinator KOPERTIS V sebagai pembicara utama saat menyampaikan Seminar Nasional yang bertemakan “Peningkatan Kualitas Pendidikan Tinggi Hukum Melalui Kerjasama dalam Pengembangan Sistem Informasi menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), pada Kamis (24/3) di AR Fachruddin A lantai 5 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
“Banyaknya lulusan Sarjana Hukum yang setiap tahunnya, menjadi suatu persoalan tersendiri terkait bagaimana menjamin kualitas dari Sarjana Hukum itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan atau harapan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan tersebut dapat melalui peningkatan mahasiswa di bidang Teknologi Informasi. Hal ini karena Teknologi Informasi menjadi salah satu instrumen efektif dalam perdagangan global,” jelas Bambang.
Salah satu perkembangan Teknologi Informasi (TI) yang menjadi viral di kalangan masyarakat dalam menghadapi daya saing MEA, disebutkan oleh Dr. Bambang yaitu seperti adanya aplikasi online seperti taksi online maupun gojek. Perkembangan TI menjadi berkah tersendiri untuk ekonomi baru yang lebih efisien, inovatif, dan bisa dijangkau untuk semua lapisan masyarakat. Selain itu, Bambang menambahkan bahwa perkembangan TI tersebut juga memunculkan kegiatan cyber yang lolos dari jerat hukum. “Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata,” paparnya.
Kondisi ini menggambarkan bahwa masyarakat dunia telah memiliki dunia baru yang bisa disebut dengan era digital. Era digital yang ditandai dengan akses barang-barang elektronik semakin mudah didapatkan. Di sisi lain, menghadapi kemajuan teknologi tersebut juga diperlukan keamanan cyber, namun hingga kini masih banyak orang yang belum terlalu mempedulikan keamanan cyber tersebut. Bambang pun lantas menyarankan agar Perguruan Tinggi hukum bisa memberikan peran yang lebih untuk menangani kejahatan cyber di tengah era digital yang semakin maju ini. “Perkembangan TI yang menjadi instrumen perdagangan global, tetap harus diberi pengamanan. Pengamanan pada cyber ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, yaitu pendekatan teknologi, sosial budaya dan etika, serta pendekatan hukum,” jelasnya.
Bambang juga berharap dalam menghadapi era digital dan MEA ini, Perguruan Tinggi bidang Hukum dapat berperan aktif dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia di bidang hukum. “Diharapkan Perguruan Tinggi Hukum dapat berperan mencetak lulusannya yang lebih unggul di bidang hukum, tapi juga tidak ketinggalan dengan perkembangan Tekonologi, sehingga akan lebih mudah berkiprah di dalam negeri maupun di lingkungan ASEAN,” harapnya. (hv)