Selama ini Public Relations (PR) sering kali dipisahkan dari sebuah sistem manajemen. Apabila ada sebuah masalah pada sebuah institusi maka saat itulah PR diturunkan. Padahal seharusnya PR tidak diposisikan seperti itu. PR harus diposisikan sebagai bagian dari sistem tersebut. PR memang mencakup banyak hal, salah satunya adalah menjual. PR dapat menjual banyak hal mulai dari yang tangible seperti produk dan yang intangible seperti pelayanan, pembentukan image, dan reputasi dan lain-lain.
Demikian diungkapkan Elizabeth Gunawan Ananto, Presiden International Public Relations Association (IPRA) saat menjadi pembicara dalam Talk Show ”Who’s The Real Public Relations?” yang diselenggarakan oleh Ilmu Komunikasi UMY bekerja sama dengan Harian Jogja bertempat di Gedung AR Fachruddin B, Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Kamis (25/3).
Menurut Ega panggilan akrab Elizabeth, seorang PR tidak harus selalu mempromosikan dirinya atau institusi yang dia pegang secara langsung. Namun menggunakan the third party atau orang ketiga untuk mempromosikannya. Orang ketiga merupakan orang yang telah merasakan apa melakukan promisi besar-besaran. secara langsung. ”Jika sebuah universitas berhasil menciptakan outpun atau pun lulusan yang unggulan maka profil lulusan yang berhasil itulah yang menjadi third party utnuk mempromosikan universitas tersebut, maka public akan menilai bahwa universitas tersebut telah berhasil menghasilkan lulusan yang berkualitas,”uangkapnya.
Seorang PR juga tidak diperbolehkan untuk cheating atau berbohong. Memang sering muncul sebuah dilemma bagi seorang PR. Antara harus berbohong untuk kepentingan perusahaan atau jujur dengan resiko tertentu. Contohnya sebuah perusahaan bekerja tidak maksimal, PR perusahaan tersebut bisa mengatakan bahwa perusahaan memang kurang maksimal namun kami pasti akan berusaha memperbaiki.”Seorang PR harus mampu mengkonstruk kalimat dengan sebaik-baiknya,”paparnya.
Oleh karenanya, Ega melihat bahwa seorang Public Relations itu harus ALTA VISTA yaitu Ambisi, Leadership, Talent, Assertive (berani bilang tidak), Vision, Innovation, Strategi, Taktik, dan Action. Karena tugas PR bukan hanya sekedar protokoler dan membagi press release ke wartawan, namun seorang PR menghandle banyak hal. Selain itu seorang PR juga harus memahami konsumen, karena konsumen atau publik memiliki pemikiran yang berbeda-beda. Sehingga perlu dilakukan riset yang mendalam. ”Untuk memahami publik diperlukan juga pemahaman terhadap pesan-pesan komunikasi,”ungkapnya.
Senada dengan Ega, DR. Gunawan Alif yang juga menjadi pembicara dalan Talk Show tersebut mengingatkan bahwa mahasiswa pada saat ini khususnya mahasiswa konsentrasi Public Relations harus benar-benar membangun kompetensi dan mentalnya. ”Saingan kalian pada sat ini bukan hanya mahasiswa dari Bantul, atau mahasiswa dari PTN namun saingan kalian juga adalah mereka lulusan universitas si India, Inggris, Belanda, bahkan Amerika,”ungkapnya.
Sementara itu menurut Djaka Winarso karir PR saat ini sangat luas namun yang belum banyak disentuh adalah government PR. Pada government PR setiap keputusan harus ada komitmen dari pimpinan tertinggi. PR pada dasarnya harus mampu mengkomunikasikan pesan. Dimana baik PR maupun pimpinan harus yakin bahwa pesan tersebut akan diterima publik. Untuk itu seorang PR harus mendalami secara spesifik setiap kebijakan yang akan dikeluarkan. Hal tersebut dilakukan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan dapat diterima masyarakat.