Berita

PWM DIY Kembali Terjunkan 327 Da’i di Bulan Ramadhan

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali menerjunkan da’i/da’iyahnya, untuk mensyiarkan Islam dan menyemarakkan bulan Ramadhan 1434 H. Kegiatan yang dinamakan Muballigh Hijrah ini diikuti oleh 327 muballigh/muballighat dari beberapa universitas di Yogyakarta dan kelompok muballigh Muhammadiyah.

Prof. Dr. H. Bustami Subhan, MS, selaku perwakilan dari Majelis Tarjih PWM DIY, menjelaskan bahwa muballigh hijrah tahun ini diikuti oleh 327 da’i/da’iyah yang akan ditempatkan pada beberapa daerah di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Cakupan wilayah di Jateng juga ditambahkan dari yang semula hanya pada satu kabupaten menjadi 3 kabupaten. “Tahun kemarin hanya di kecamatan Maos dan Kroya, Kabupaten Cilacap. Tahun ini ada permintaan muballigh hijrah lagi dari dua kabupaten, yaitu Batang dan Bumiayu, Brebes,” jelasnya.

Prof. Bustami juga menyebutkan bahwa 327 da’i/da’iyah tersebut merupakan gabungan dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sebanyak 186 orang, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) 12 orang, Stikes Aisyiyah 5 orang. “Lalu 11 orang dari Kelompok Muballigh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (KM3) kota Yogyakarta, 50 orang dari alumni Pendidikan Mujahid Dakwah Muhammadiyah (PMDM), dan 63 orang dari Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM),” imbuhnya dalam acara pembukaan pembekalan peserta Muballigh Hijrah, di Unires Putri UMY, Kamis (4/7).

Pembekalan peserta Muballigh Hijrah ini akan diselenggarakan di Unires Putri UMY selama tiga hari, sejak Kamis hingga Sabtu (4-6/7). Sedangkan pada Minggu (7/7) 327 peserta Muballigh Hijrah tersebut akan segera disebar ke berbagai daerah yang telah ditentukan di Yogyakarta dan Jateng.

Sementara itu, Dr. H. Agus Taufiqurrahman, Sp.S, M.Kes, Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, berpesan kepada peserta Muballigh Hijrah untuk bisa melakukan syiar Islam dengan ikhlas dan dimulai dari diri sendiri. “Jangan hanya bermodal keyakinan, bisa ini bisa itu, mahir retorika, atau sebagainya. Tapi juga harus tetap ikhlas, dan bersandar pada Allah SWT,” tuturnya.

Selain itu, menurut Agus, kegiatan dakwah akan berhasil jika dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu. “Kalau jadi da’i, katakan ‘saya adalah santri pertama saya’. Jadi guru atau dosen, katakan juga ‘saya adalah murid atau mahasiswa pertama saya’. Dengan begitu, orang lain akan menerima apa yang kita sampaikan, karena apa yang kita sampaikan sejalan dengan perbuatan kita,” paparnya.

Agus juga mencontohkan bahwa saat ini, kegiatan keagamaan atau dakwah yang mestinya transformasional, berubah menjadi transaksional. “Sekarang banyak yang mengkritik muballigh-muballigh seleb, yang memiliki manajemen. Karena kalau mau mengundang mereka, ternyata membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jadi mungkin inilah yang dikatakan orang sebagai dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, berubah jadi Amar Ma’ruf Nyambi Mungkar,” pungkasnya.