Faham radikal menjadi sangat berbahasa dalam kehidupan berbangsa. Banyak kejadian terorisme yang bermula dari faham radikal. Terdapat oknum tidak bertanggungjawab yang menggunakan agama sebagai alat untuk memberi doktrin radikal kepada pemeluknya yang berujung tindakan ancaman bahkan terorisme. Untuk itu, pemahaman beragama yang benar harus terus disampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat oleh orang yang betul – betul faham.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. Ir. Hamli, ME menjelaskan kelompok terorisme kerap memakai agama untuk menyebarkan faham radikal yang berujung pada tindakan kekerasan. “Bukan hanya di Indonesia yang terjadi tindakan terorisme dengan menggunakan agama sebagai alatnya. Berbagai negara di belahan dunia pun juga mengalami serangan dari kelompok tertentu yang mengatasnamakan diri mereka dari golongan agama tertentu,” ujarnya saat menjadi pembicara di FGD Pencegahan Radikalisme dan Ekstrimisme di Kalangan Dosen Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Kegiatan tersebut diadakan oleh Program Doktor Politik Islam-Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Selasa, (19/3) di Eastparc Hotel Yogyakarta.
Kemudian Hamli menegaskan bahwa tidak ada ajaran dari agama mana pun yang mengajarkan tindakan kekerasan. Ia yakin bahwasanya agama memberikan pesan kedamaian bagi manusia, hanya saja ada oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan agama sebagai sarana untuk mempengaruhi pemeluk agama tertentu. “Tempat ibadah menjadi sasaran empuk penyebaran faham terorisme. Sering juga tindakan terorisme dihubungkan dengan dalil – dalil yang ada di agama,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama Sekertaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. H. Agung Danarto, M.Ag. mengungkapkan bahwa media memiliki peran yang besar dalam mempengaruhi pemikiran masyarakat terkait tindakan terorisme. “Banyak media yang mengeluarkan berita yang tidak sesuai dengan fakta. Sehingga membuat masyarakat berfikir untuk melakukan tindakan radikal,” ujarnya.
Selanjutnya, dia mengatakan bahwa saat ini masyarakat lebih tertarik untuk mempelajari agama dari konten yang ada di media sosial. Sekertaris PP Muhammadiyah itu sangat menyayangkan hal demikian karena tidak memiliki sumber ilmu yang jelas dan akurat. Untuk itu, Muhammadiyah melakukan tindakan untuk memberi pemahaman yang bisa menangkal pemikiran radikal yang berujung tindakan kekerasan.
“Kita akan melakukan moderasi faham Islam terhadap kelompok, tempat, atau orang yang mulai terkena faham radikalisme,” ungkapnya.
Pada akhir diskusi, Agung berharap kepada seluruh pemeluk agama yang ada di Indonesia bisa saling memberikan rasa aman untuk memeluk serta melakukan kegiatan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing – masing. “Semua agama berhak untuk hidup di Indonesia, semua agama juga berhak untuk beribadah di Indonesia,” tutupnya.(ak)