Pondok Pesantren (ponpes) merupakan sebuah bentuk institusi pendidikan Islam tertua di Indonesia yang memiliki ciri khas. Pendidikan pesantren mampu membangun karakter yang sesuai dengan moral Islam dan juga budaya lokal Indonesia. Dewasa ini pesantren sudah banyak berkembang dan menyesuaikan dengan pendidikan modern dimana salah satunya adalah ponpes yang dikelola oleh Muhammadiyah, meskipun ciri khas kesederhanaan masih menjadi poin utama dalam kegiatannya. Untuk memberikan panduan bagi ponpes Muhammadiyah tersebut, Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren (LP3) PP Muhammadiyah menggelar Rakornas (Rapat Kerja Nasional) Pesantren Muhammadiyah. Gelaran tersebut diadakan pada hari Sabtu (11/8) dan Minggu (12/8) di Ruang Auditorium Gedung KH Ibrahim, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dr. Ir Gunawan Budiyanto, M.P, selaku Rektor UMY menyampaikan bahwa untuk mencapai tujuan dari pendidikan pesantren Muhammadiyah perlu dibentuk standarisasi sebagai pedoman. “Jumlah ponpes Muhammadiyah terus bertumbuh, saat ini ada sebanyak 220 Muhammadiyah Boarding School (MBS) yang tersebar di seluruh Indonesia. Karena itu perlu dibentuk patokan-patokan yang dapat digunakan sebagai parameter agar sebagai institusi pendidikan MBS dapat terstandarisasi. Ini dilakukan baik untuk kurikulum ataupun dari managerialnya,” ujarnya.
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., M.Ag. menyebutkan meski ponpes menyesuaikan dengan pendidikan modern, tapi ponpes tidak boleh kehilangan ciri khasnya. “Saat ini pendidikan dalam ponpes memang menyesuaikan dengan kurikulum modern dan tidak hanya mengajarkan pendidikan agama saja. Meski begitu ciri khas yang menjadi identitas ponpes tidak boleh ditinggalkan,” ujar Ketua PP Muhammadiyah tersebut.
Yunahar menyebutkan ada 3 hal yang menjadi ciri khas dari pendidikan ponpes. “Pertama adalah adanya Kiai, meskipun dalam Muhammadiyah istilah ini jarang digunakan namun ia sangat lekat dengan ponpes. Definisi dari Kiai ini adalah seseorang yang alim dan menetap, karena itu di ponpes harus ada figur yang alim dan bisa menetap untuk menjadi pedoman dan memberikan pedoman bagi santrinya. Kedua adalah pengajaran bahasa Arab, ponpes harus memberikan pendidikan bahasa Arab yang mencakup 4 tingkatannya. Yaitu kemampuan untuk mendengar, membaca, menulis, dan berbicara dengan bahasa Arab,” ungkapnya.
“Ketiga adalah kesalehan. Alumni dari ponpes harus memiliki kesalehan, baik dalam pikiran dan juga tindakan sebagai hasil dari asuhan dan asahan selama berada di ponpes. Karena ini yang menjadi pembuktian dari pembentukan karakter oleh ponpes sebagai sebuah institusi pendidikan,” jelas Yunahar.
Rakornas tersebut akan membahas pengembangan potensi dan kualitas dari ponpes Muhammadiyah. “Rakornas kali ini mengangkat tema Pesantren Muhammadiyah Mandiri dan Berkemajuan. Diskusi yang dilakukan akan mencoba untuk mengekplorasi potensi keunggulan dari ponpes Muhammadiyah. dan menyempurnakan draf Buku Panduan Pesanten Muhammadiyah. Juga akan membahas peran ponpes sebagai pusat kaderisasi,” ujar Dr Maskuri, M.Ed, selaku ketua LP3 PP Muhammadiyah. (raditia)