Berita

Rawat Lingkungan Hingga Gerakkan Ekonomi, Ananto Gunakan Sampah Untuk Berdakwah

Konsistensi selalu menjadi prinsip hidup Ananto Isworo, seorang aktivis lingkungan yang giat mengedukasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Lebih dari satu dekade lamanya Ananto bergerilya membina masyarakat, mulai dari lingkungannya di Kampung Brajan hingga akhirnya memiliki binaan ratusan masjid dan komunitas di seluruh Indonesia bahkan luar negeri. Dijuluki ‘Ustadz Sampah’, Ananto terkenal memiliki Gerakan Shadaqah Sampah yang tidak hanya untuk mengoptimalkan cara kelola sampah, namun juga menggerakkan roda ekonomi hingga meningkatkan kualitas hidup di masyarakat.

Atas dedikasinya, Ananto dianugerahi penghargaan Kalpataru dari Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terkhusus di bidang pembina lingkungan. Alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini menyebutkan bahwa tujuannya selama ini hanya untuk memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan. Walaupun kerap mendapatkan penolakan karena kurangnya kepedulian atas permasalahan sampah, konsistensi Ananto membuahkan hasil yang dirasakan langsung oleh masyarakat.

“Sebelumnya memang banyak yang meragukan apa yang kami lakukan. Namun alhamdulillah, bahkan hingga bulan lalu kami masih dapat memberikan bantuan dana untuk Palestina dan keperluan air bersih di Gunung Kidul. Seluruhnya berasal dari sampah yang dianggap tidak berguna di masyarakat,” ujar Ananto pada Senin (2/9) saat ditemui di kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Mengubah Pola Pikir Melalui Dakwah

Hari minggu di pekan pertama dan ketiga setiap bulannya selalu menjadi waktu bagi Ananto untuk memilah sampah yang telah terkumpul, dibantu oleh teman-temannya yang tergabung dalam Gerakan Shadaqah Sampah. Uniknya, seluruh kegiatan pemilahan sampah ini dilakukan di kawasan halaman Masjid Al-Muharram di Kampung Brajan. Ananto selalu percaya bahwa setiap pemuka agama yang banyak berkegiatan di rumah ibadah harus mampu bertanggung jawab atas perilaku masyarakat di lingkungan tersebut, tidak terkecuali penanganan sampah.

“Selama ini, upaya untuk menyelesaikan permasalahan sampah lebih banyak berfokus di hilir, yaitu penyediaan alat seperti tempat sampah 3 warna, dan sebagainya. Menurut saya hal tersebut akan kurang efektif jika tidak ada pembinaan di masyarakat terutama untuk mengubah pola pikir terkait sampah. Bagaimana masyarakat dapat mengurangi penggunaan barang sekali pakai sehingga dapat mengurangi residu. Kalaupun tetap harus menjadi sampah setidaknya masyarakat sudah memiliki pola pikir untuk memilah sampah berdasarkan jenisnya,” imbuhnya.

Ananto ingin menjadi bagian dari sedikit orang yang mengedukasi masyarakat agar lebih bijak dalam pelestarian lingkungan, dimulai dari rumah sendiri dan dari hal terkecil. Menurutnya, delapan puluh persen dari permasalahan sampah dapat diatasi dengan memberikan edukasi dan pemahaman yang baik bagi masyarakat. Dampak dari pengelolaan sampah yang baik pun tidak hanya baik bagi lingkungan, bahkan juga bagi sirkulasi ekonomi dengan sampah yang masih memiliki nilai manfaat atau nilai jual.

Ia mencontohkan, sampah organik masih dapat diolah dan dipergunakan sebagai pupuk, selain dimanfaatkan sebagai pakan maggot yang nantinya menjadi pakan bagi hewan ternak. Sementara untuk sampah anorganik sudah banyak dicontohkan oleh Ananto dalam pemanfaatannya melalui Gerakan Shadaqah Sampah, bahwa kumpulan sampah anorganik ini dapat memiliki nilai jual yang dapat dikelola.

“Apa yang saya tekuni selama ini tidak lepas dari latar belakang pendidikan saya. Saya berasal dari Komunikasi dan Penyiaran Islam di UMY yang dulunya bernama Penyuluh dan Penyiaran Agama Islam. Jadi saya memang terbiasa menjadi penyuluh agama dan berdakwah di masyarakat, dan esensi dari seluruh kegiatan pembinaan lingkungan yang saya lakukan adalah untuk mensyiarkan ajaran Islam. Saya ingin mencontohkan bahwa lulusan agama dapat berdampak dengan jangkauan yang luas, dengan substansi yaitu penyuluhan dan dakwah namun cara pendekatannya yang disesuaikan dengan lingkungan masyarakat,” pungkasnya (ID).