Berita

Refleksi Milad UMY 40 Tahun: Menjawab Tantangan Zaman dengan Pengembangan Saintek

Menginjak usia ke-40 tahun, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tetap mengemban tradisi dalam meraih prestasi serta tidak berhenti berkomitmen untuk berperan dan berta’awun untuk bangsa. Sehingga peran UMY selanjutnya adalah menjawab tantangan dalam permasalahan pengembangan sains di era revolusi industri. Problematika yang dihadapi saat ini adalah Indonesia masih pada tahap pengguna di tengah banyaknya lulusan-lulusan yang menjadi insinyur dan masih belum siap di tahap produsen dalam pengembangan sains yang berguna bagi masyarakat serta mampu beradaptasi dengan zaman. Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Agus Purwanto,D.Sc., Guru Besar Bidang Ilmu Fisika Institut Teknologi Sepuluh September pada Malam Refleksi Milad UMY yang diadakan secara daring pada hari Minggu (28/2).

Prof. Agus Purwanto,D.Sc., menyampaikan bahwa UMY merupakan garda depan bagi perguruan tinggi Islam swasta yang berperan dalam pengembangan sains. “Untuk itu mesti kita lihat untuk mengenal lebih dekat bagaimana perkembangan sains di muka bumi ini. Sepertinya salah satunya adalah betapa powerfull-nya ilmu pengetahuan atau sains dalam kasus fisika atom yaitu pada kejadian Bom Hiroshima. Terlebih pada era saat ini yang memasuki era revolusi industri 4.0 yang sering menyebutkan dalam seminar namun tanpa pernah kita evaluasi posisi kita itu sudah berada di posisi mana. Apakah sudah sampai pada tahap kemampuan revolusi industri 4.0 atau belum? Artinya apakah kita menjadi pemain atau produsen atau sekadar penonton, user atau pengguna atau konsumen saja,” jelasnya yang juga penulis buku ayat-ayat semesta.

Dalam hal ini, Prof. Agus merefleksikan pentingnya implementasi ayat al-Qur’an dalam pengembangan sains dan teknologi bagi perguruan tinggi. ”Seperti dalam teologi surah Al-Maidah ayat 3 yang secara sederhananya menerangkan adanya kelengkapan dan kesempurnaan dalam Islam yang terangkum pada teologi tuhan, alam dan manusia. Tetapi sayangnya sampai saat ini umat Islam hanya fokus pada pembahasan-pembahasan persoalan yang bersifat keagamaan (hubungan dengan tuhan), dan abai terhadap persoalan alam. Sementara yang fokus terhadap alam adalah orang-orang barat maka kemudian orang barat saat ini mampu memahami alam dengan baik, memanfaatkan, elaborasi sehingga mereka begitu adidaya dalam memanfaatkan pengembangan sains. Sedangkan, melalui kitab suci Al-Qur’an tuhan sudah mendiskripsikan alam dengan sedemikian rupa tapi inilah yang diabaikan oleh umat Islam. Karena itu yang harus kita lakukan adalah intensifikasi kajian, bagaimana hubungan pesan tuhan dengan alam melalui Al-Qur’an yang demikian umat Islam segera memahami dan mempelajari, memanfaatkan serta mengolah alam. Hal tersebut yang seharusnya menjadi peran UMY kedepannya untuk mengimplementasi pengembangan sains,” tambahnya.

Sehingga peran UMY selanjutnya adalah memfokuskan pada fakultas-fakultas pengembangan sains, seperti FKIK, FT, FP harus dilakukan sentuhan secara khusus bahwa persoalan pengembangan saintek merupakan pesan dari kitab suci Al-Qur’an melalui 800 ayat di dalam Al-Qur’an yang menganjurkan untuk memahami alam dengan baik. “Menjawab persoalan ilmiah perlu adanya kolaborasi antar 3 fakulltas tersebut salah satunya melakukan penelitian kolaboratif untuk menemukan penelitian baru. Untuk lebih mengenal terkait kajian tentang alam yang ada di Al-Qur’an, peran Fakultas Agama Islam adalah memandu kajian-kajian yang serius yang berasal dari teks-teks Al-Qur’an untuk diterjemahkan,” tandasnya.

Pada penghujung acara, Prof. Agus mengingatkan kepada sivitas akademika UMY bahwa scopus bukan satu-satunya barometer pengembangan ilmu pengetahuan namun bagaimana peran perguruan tinggi menjawab persoalan-persoalan mendasar di masyarakat. ”Oleh Karena itu, peran UMY ke depannya adalah mengambil kekhususan mengkaji ilmu pengetahuan dengan mengkaji Al-Qur’an sebagai bentuk pengembangan ilmu pengetahuan dan menampilkan penelitian-penelitian baru. Dengan mengambil strategi Islam sebagai disiplin ilmu untuk disesuaikan dengan pengembangan kurikulum selanjutnya, karena tidak ada pengembangan sains, maka tidak ada masa depan yang diraih,” tutupnya. (sofia)