Perubahan yang begitu cepat dan dahsyat, serta kebijakan dan regulasi pemerintah yang juga dengan cepat berubah menjadi tantangan bagi semua institusi pendidikan. Sementara itu, masyarakat juga selalu menuntut yang lebih tinggi baik dalam hal pendidikan dan kesejahteraannya. Karena itu, kuncinya hanya ada pada mereka yang memiliki keunggulan dan bisa menyesuaikan dengan perubahanlah yang sanggup bertahan dan menghadapinya. Untuk itu, adanya refleksi untuk mengaca dan memperbaiki diri itu penting, begitu juga bagi institusi pendidikan.
Demikian disampaikan dr. Agus Taufiqqurrahman, S.Ps., M.Kes, ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Yogyakarta, saat menjadi narasumber dalam acara Malam Tasyakuran dan Refleksi Milad ke-33 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Acara ini diselenggarakan di Sportorium Kampus Terpadu UMY, Jum’at (28/2), dan dihadiri oleh seluruh keluarga besar UMY serta Pimpinan Cabang Muhammadiyah yang berada di sekitar UMY. Hadir pula dalam acara ini Ketua Majelis Dikti PP Muhammadiyah, Dr. H. Chairil Anwar.
Dalam pemaparannya, dr. Agus mengatakan bahwa refleksi itu berarti mengaca atau berkaca. Berkaca pada apa yang telah dilakukan, dan jika menemukan kesalahan maka harus segera diperbaiki. Karena hal itu merupakan bagian dari membersihkan diri untuk bisa berbuat dan melakukan yang lebih baik lagi. “Jadi, tidak ada pilihan bagi kita untuk selalu memperbaiki diri terus menerus. Karena itu, melalui refleksi ini kita berusaha untuk tetap terus berbuat lebih baik, semangat yang lebih membara, dan bisa terus meneruskan perjuangan para pendahulu. Karena berdirinya UMY ini juga tidak lepas dari ide-ide besar dan impian para pendahulunya. Inilah kekuatan utama yang ditinggalkan oleh para pendahulu itu, sehingga UMY bisa menjadi seperti saat ini,” paparnya.
dr. Agus juga menyampaikan bahwa dalam merefleksi diri, UMY juga harus tetap melihat bagaimana ke depannya akan menyiapkan mahasiswa-mahasiswanya sebagai calon pemimpin. Para dosen juga diharapkan saat mengajar dan berada di depan mahasiswanya untuk senantiasa berpikir bahwa dirinya mengajar para calon pemimpin bangsa. “Karena sebenarnya, di negeri kita ini bukan kekurangan orang pintar, tapi kekurangan orang benar. Maka mari kita siapkan anak-anak kita untuk mengganti pemimpin yang terlanjur menjadi pemimpin yang tidak memiliki kekuatan untuk memimpin. Dan ini bisa kita lakukan dengan cara membuat kurikulum maupun co-kurikulum yang bisa menjadikan anak didik kita sebagai pemimpin bangsa yang kompeten,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Chairil Anwar mengatakan jika direfleksikan kembali, berdirinya sebuah institusi seperti UMY maka dapat dilihat adanya kekuatan ide atau mimpi di dalamnya. “Dan kalau kita membaca ulang sejarahnya, maka itu semua ternyata diawali dengan ide, keinginan, dan mimpi. Namun, dalam mewujudkan ide, keinginan dan mimpi itu juga tidak mudah. Tapi kalau kita melihat kegigihan dari para pendahulunya ini, kita melihat di sana apa yang disebut dengan the power of idea, the power of dream. Dan inilah yang bisa membuat UMY bisa terus tumbuh hingga saat ini,” ungkapnya.
Chairil juga menambahkan bahwa dalam refleksi milad UMY kali itu dirinya melihat adanya konsistensi yang tetap dijaga oleh pendahulu dan pendirinya. Ia mengatakan bahwa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) sejak dulu cenderung disebut sebagai teman belakang. Namun, para pendiri UMY itu tidak berkecil hati dengan sindiran-sindiran itu. “Jadi, para pendirinya ini tetap berjuang untuk membesarkan UMY, meskipun dengan tertatih-tatih pada awalnya. Dan sekarang, UMY sudah bisa merasakan hasil dari perjuangannya itu. Karena itu, PP Muhammadiyah mendukung secara penuh UMY untuk tetap bisa menjadi etalase bagi Muhammadiyah. Saya juga berharap, kepemimpinan di UMY tetap bisa berjalan sedemikian rupa seperti sekarang, karena tidak kita temui adanya konflik dalam kepemimpinannya. Semoga tetap bisa terus seperti ini, dan termasuk juga kebersamaannya yang bisa menyebabkan UMY bisa terus maju hingga sekaranga,” pungkasnya.