Menjadi dokter adalah jawaban setiap anak kecil saat ditanya apa cita-cita mereka kelak ketika dewasa. Salah satu anak kecil yang bermimpi menjadi dokter dan berhasil mewujudkan mimpinya adalah Mohammad Rifki Hulalata atau akrab disapa Rifki. Perjalanannya untuk menjadi seorang dokter tidak seindah mimpinya, begitu banyak rintangan dan perjuangan yang Rifki lewati untuk meraih gelar dokter.
Rifki kecil lahir 23 tahun silam, di Gorontalo, Sulawesi Utara. Ayahnya merupakan pekerja serabutan yang rela melakukan apa saja agar anak-anaknya tetap bisa bersekolah, sedangkan Ibunya adalah seorang buruh cuci dan asisten rumah tangga. Siapa sangka, dari keluarga yang serba kekurangan itu tumbuhlah seorang Rifki yang cerdas dan sangat beruntung.
Ada satu kisah yang menyentuh hati ketika Rifki mulai memasuki dunia pendidikan pertamanya di jenjang sekolah dasar. “Dulu, ketika hari pertama masuk sekolah itu ada pertemuan orangtua murid, nah di situ semua anak memakai seragam dan sepatu, tapi saya adalah satu-satunya anak yang tidak memakai sepatu dan itu berlangsung sampai saya di kelas 2, jadi saya ke sekolah pakai sandal,” ungkapnya saat diwawancara oleh Kevin Hendrawan di channel Youtube nya.
Selain pergi ke sekolah tanpa sepatu, Rifki dan seluruh anggota keluarganya harus rela berbagi tempat berukuran 4×4 meter yang mereka sebut sebagai rumah. Rumah sebesar kamar kos itu tidak dialiri listrik dengan baik, maka sang dokter kecil ini harus belajar di bawah lampu teplok. Meskipun demikian, semangatnya belajar tidak pernah luntur sedikitpun. Rifki selalu belajar dan berusaha sendiri apapun kesulitan yang ia temui, sebab kedua orang tua Rifki tidak pernah merasakan dunia pendidikan. “Dulu saya belajar itu sendiri, setiap kali pulang sekolah saya selalu mengulang pelajaran yang sudah dijelaskan sebelumnya, kalau ada kesulitan ya saya coba cari tahu sendiri. Saya tidak pernah les seperti kebanyakan anak saat itu, jangankan bayar les, untuk beli buku tulis saja saya tidak bisa, jadi untuk belajar menulis saya mengambil kertas apa saja yang saya temui dijalan, seperti kertas iklan. Saya juga belajar membaca dari tulisan-tulisan yang ada di jalan, karena orang tua saya tidak bisa mengajari membaca,” tutur Rifki mengingat masa lalunya.
Tuhan memang akan selalu memberikan hikmah di setiap ujian yang menimpa hamba-Nya. Rifki memang tumbuh di keluarga yang sangat kekurangan, namun rezeki Rifki di dunia pendidikan sangat berbanding terbalik dengan kehidupannya. Rifki menyelesaikan pendidikannya sejak SD hingga Perguruan Tinggi dengan mendapat beasiswa tanpa mengeluarkan uang sepeser pun untuk pendidikan. Kecerdasan dan kegigihan Rifki dalam belajar berhasil mengantarkan langkah demi langkahnya melewati pendidikan yang layak. Selain cerdas dan rajin belajar, Rifki juga sangat menjaga ibadahnya sehingga Tuhan selalu memberikan kemudahan di setiap perjuangan Rifki. “Setelah lulus SMA saya daftar SNMPT di beberapa Universitas Jurusan Biologi dan Kedokteran. Saat itu saya lolos di jurusan Biologi, kemudian datang penawaran kuliah dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam juga saya daftar dan lolos. Sehingga saat itu saya bingung harus mengambil yang mana. Ketika minta pendapat Ibu, beliau sedikit pesimis karena khawatir dengan biaya. Sehingga saya sholat istikharah meminta petunjuk dari Allah, dan tanpa disangka-sangka keesokan harinya ada tamu yang membawa berkas berisi penawaran beasiswa full untuk kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,” ucap Rifki dengan raut wajah bahagia.
Sang dokter tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan tingkat perguruan tinggi di salah satu kampus yang ternama di Kota Yogyakarta. Tidak bisa dipungkiri bahwa Rifki sempat merasa minder ketika melihat gaya hidup teman-teman kuliahnya. Ketika semua teman kampusnya menggunakan smartphone, Rifki masih setia dengan handphone yang hanya bisa untuk mengirim SMS. “HP teman-teman semua udah smartphone, di situ saya merasa minder karena saya juga harus bisa mengetahui informasi yang hanya bisa dilihat dengan smartphone seperti jadwal kuliah, krs, dll. Saya beranikan diri untuk minta ke orang tua untuk beli HP, tapi jawabannya mereka tidak mempunyai cukup uang untuk itu. Ya sudah, saya tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa. Saya ceritakan ke Allah, dan lagi-lagi bantuan Allah memang selalu datang tepat waktu. 3 hari setelahnya saya diberi HP oleh dosen saya. Tidak hanya HP, dosen saya memberikan saya Laptop dan Sepeda secara gratis dan itu sangat saya syukuri,” ucapnya dengan wajah penuh syukur.
Perjuangannya tentu tidak berhenti di sana, Rifki masih harus tetap mencari tambahan uang untuk menghidupi dirinya sendiri. Karena terbiasa membantu orang tua berjualan sewaktu kecil, Rifki memanfaatkan keahliannya untuk menambah uang saku. Sambil menyelam minum air, Rifki pergi kuliah sembari membawa donat yang menjadi barang dagangannya. Uang hasil jualan donat itu Rifki gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Ketika ditanya tentang manajemen waktu Rifki selama kuliah sambil berjualan, jawaban Rifki cukup membuat kaget. Rifki menceritakan bahwa ia pergi kuliah mulai pukul 07.00 sampai pukul 17.00 setelah itu ia membuat adonan donat untuk dijual esok harinya, setelah donat selesai ia akan melanjutkan dengan belajar yang biasanya dimulai pukul 21.00 sampai pukul 24.00 kemudian Rifki beristirahat, esoknya ia selalu terbangun di sepertiga malam untuk beribadah dan dilanjutkan dengan belajar hingga subuh. Begitu seterusnya hingga kini Rifki tengah menempuh masa Koas di RS Tjitrowardhoyo Purworejo.
“Saya ingin menjadi dokter sebenarnya karena memiliki pengalaman masa lalu yang kurang baik. Dulu Ayah saya sempat sakit gagal ginjal yang mengharuskan cuci darah, namun dipersulit bahkan ditolak oleh Rumah Sakit karena kami tidak memiliki biaya. Berangkat dari pengalaman itu saya menamamkan sebuah komitmen untuk menjadi dokter. Dan Alhamdulillah sekarang mimpi saya sudah hampir terwujud,” jawab Rifki ketika ditanya alasan memilih menjadi dokter
Di akhir wawancara nya, Rifki membagikan pesan untuk orang-orang yang mungkin memiliki mimpi namun terhalang oleh keadaan ekonomi. “Kita jangan pernah ragu untuk memulai sesuatu, Allah itu akan selalu memberi jalan dan itu sudah menjadi jaminan. Saya juga tidak pernah menyangka bisa mendapat beasiswa yang saya anggap sebagai amanah. Saya juga ingin mengingatkan teman-teman semua yang mendapat rezeki beasiswa agar tidak mudah mengeluh, karena beasiswa adalah amanah yang harus diperjuangkan. Pokoknya kita harus selalu berusaha semaksimal mungkin dan menyerahkan hasilnya sepenuhnya pada yang Maha Kuasa,” tutupnya dengan senyum yang menghiasi wajah Rifki. (Dea)