Pengamat Politik, Rocky Gerung menyebut bahwa Jogja sedari awal diniatkan oleh K.H Ahmad Dahlan untuk menjadi Kota yang berpikir. Ia berpendapat, jika Ahmad Dahlan, 33 tahun lalu, sebelum kemerdekaan Indonesia memutuskan untuk menjadi Buzzer Belanda, maka kondisi Jogja dan bangsa ini akan sangat berbeda.
“Jogja sedari awal diniatkan Ahmad Dahlan untuk menjadi kota yang berpikir. Jika Ahmad Dahlan 33 tahun sebelum kemerdekaan memutuskan mau menjadi buzzernya Belanda, maka anda saat ini hidup dari amlop ke amplop,” ungkap Rocky Gerung saat menjadi pembicara dalam acara UMY Movement Forum 2 yang diadakan oleh BEM KM UMY pada Sabtu (9/9) di Gedung Perpustakaan UMY.
Akan tetapi menurut Rocky, Ahmad Dahlan memilih untuk tidak menjadi buzzer Belanda. Ia kemudian memilih untuk berinvestasi di dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Alhasil, Muhammadiyah saat ini memiliki 172 perguruan tinggi. Bahkan, ia menyebut, jika Muhammadiyah berhenti berpikir, IQ bangsa ini bisa terjun bebas hingga 70 persen.
“Yang 70 persen itupun disubsidi oleh Muhammadiyah semua. Kita bisa lihat Sekolah Muhammadiyah ada dimana-mana dan sangat bermutu,” kata Rocky.
Lebih lanjut, Rocky Gerung juga mengajak mahasiswa untuk bijak memilih calon pemimpin dalam kontestasi politik yang akan datang. Menurutnya, para pemimpin masa depan harus memiliki ide-ide tentang keadilan, pertahanan dan lingkungan. Ia menekankan pentingnya memilih pemimpin berdasarkan kapasitas intelektual mereka.
“2024 akan ada kompetisi pemimpin berikutnya, yaitu siapa yang punya ide tentang keadilan, tentang pertahanan dunia, tentang lingkungan, itu yang harus anda pilih sejak sekarang, hal itu bisa diketahui lewat perdebatan capres” Seru Rocky kepada mahasiswa.
Sementara itu, Refly Harun, Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Pengamat Politik yang juga hadir dalam kesempatan yang sama menekankan pentingnya memahami bahwa kekuasaan dalam sebuah negara demokrasi adalah keniscayaan. Tetapi kekuasaan tidak selalu paripurna dan pasti memiliki kelemahan.
“Demokrasi pasti ada bolong-bolongnya, jadi kalau kita jaga nurani kekuasaan maka kita orang yang menjaga jarak dengan kekuasaan, ” imbuhnya.
Menurut Refly, Indonesia di tahun 2024 harus dibangun dan ditata ulang. Ia berharap kampus Muhammadiyah dapat berperan dalam mengawal agar pemilu yang curang tidak terjadi secara massif, sehingga dampak buruknya tidak merusak bangsa.
“Kita berharap nantinya terpilih pemimpin yang mampu menata ulang bangsa ini, mereinstall, kemudian kita akan menjadi jauh lebih baik ke depan menuju masyarakat yang adil dan makmur, religius, demokratis, adil, sejahtera, yaitu masyarakat yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” harap Refly Harun.
Diskusi yang bertajuk ‘Menggugat Kedaulatan Rakyat: Tinjauan Kritis Terhadap Pelaksanaan Demokrasi Substantif di Indonesia’ Ini juga dihadiri oleh Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi, Pengamat Politik Rocky Gerung, Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dan Pakar Hukum Tata Negara dan Pengamat Politik Refly Harun. (Mut)