Berita

Rudiantara: Literasi Solusi Untuk Perangi Informasi Hoax

Kehadiran internet yang telah merasuk dalam sudut dan sendi-sendi kehidupan manusia di setiap harinya, secara langsung berdampak pada revolusi industri ke-4. Selain itu, banyaknya informasi yang tersebar dengan cepat dan mudah, juga membuat informasi menjadi hal yang liar dan tidak dapat diatur sepenuhnya oleh pemerintah Indonesia. Seperti halnya mengenai berita hoax yang tersebar di kalangan masyarakat Indonesia, yang mungkin saja berisi pesan yang menimbulkan perpecahan dan mengganggu kesejahteraan bangsa ini.

Namun hal tersebut masih dapat kita cegah dengan lebih selektif dalam menerima dan menyebarkan informasi-informasi yang beredar luas di hadapan kita. Terlepas dari usaha pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), justru masyarakatlah yang memiliki peran penting dalam menyaring informasi-informasi nakal. Oleh karena itu literasi adalah solusi terbaik untuk menghadapi arus informasi yang sangat cepat ini, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Rudiantara. Pernyataannya tersebut disampaikannya saat menjadi pembicara dalam Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang bertemakan “Dakwah Pencerahan Zaman Milenial”, di Gedung Ar. Fachrudin B lantai 5 Kampus Terpadu UMY, Kamis (24/5).

Dalam penyampaian materinya, Rudiantara juga menyampaikan bahwa di Indonesia saat ini ada 254 juta sim card yang di miliki oleh orang Indonesia. Dengan pendekatan 2/3 maka kurang lebih ada 175 orang Indonesia yang memiliki handphone minimal satu. dari 175 orang tersebut setidaknya ada sekitar 143 juta orang penggunaa internet yang 100 persen aksesnya melalui ponsel pada tahun 2017 lalu. Oleh karena itu ponsel ini bisa jadi biang kerok dengan mudahnya mengakses media sosial, media online, dan instant messenger seperti facebook, WhatsApp, dan lainnya.

Kemudian ada 3 tipe masyarakat Indonesia dalam menggunakan media tersebut, yakni untuk mencari teman, mencari berkah dan mencari informasi yang tentu ada dampak positif dan negatif. Hal negatif ini menurut Rudiantara yang menjadi masalah seperti pesan-pesan palsu yang disebarkan oleh oknum tidak bertanggung jawab dengan maksud tertentu seperti menimbulkan perpecahan. Di samping itu, Rudiantara juga mengakui bahwa yang sulit adalah pada instant messenger seperti WhatsApp karena hal ini bersifat pribadi sehingga pemerintah tidak bisa mengintervensi informasi-informasi yang mengalir dalam media tersebut seperti berita hoax, pesan ancaman dan sebagainya. “Oleh karena itu jangan sembarangan di dunia maya, dunia maya adalah dunia yang tidak terbatas. Dalam hal ini peran pemerintah ada 2 yaitu meningkatkan literasi dan membatasi akses seperti situs pronografi dan sebagainya. Saat ini yang kami lakukan adalah pembatasan akses, namun sebetulnya peningkatan literasi itu hal yang lebih bagus agar masyarakat Indonesia dapat memilih dan memilah informasi atau konten yang akan mereka konsumsi” ungkapnya.

Selain itu, menurut Rudiantara, jika melihat dari sikap masyarakat Indonesia yang masih mudah menerima dan ikut menyebarkan berita-berita hoax, literasi memang sangat diperlukan.” Ada 3 cara untuk mengidentifikasi berita hoax, pertama ada kata-kata “dari grup sebelah”, kedua mengatasnamakan golongan tertentu, ketiga pada akhir pesan biasanya ada tulisan “ayo viralkan” maka dari itu jangan mau ikut-ikutan menyebarkan pesan tersebut. Sayang pulsa, selain itu beritanya belum tentu benar takutnya jadi fitnah walaupun benar sumbernya tidak jelas jangan sampai kita rugi pulsa, rugi akhirat juga,” paparnya.

Rudiantara juga mengakui bahwa saat ini pemerintah khsusnya KOMINFO, tidak sanggup menghadapi 143 juta orang ini yang kalau satu orang posting 10 kali maka ada 1,4 miliar postingan. “Tapi kalo yang kurang kerjaan bisa membuat 100 postingan. Jadi saya mengajak kepada teman-teman di Muhammadiyah ini untuk sama-sama melakukan literasi, caranya satu, membuat tulisan-tulisan yang positif yang akan kita upload nantinya, dengan tujuan untuk menyaingi info-info yang negatif. Lalu kedua meningkatkan literasi karena ini yang bagus bukan hanya melakukan pemblokiran, melalui literasi masyarakat akan memiliki daya tahan terhadap info-info negatif,” ungkap Rudiantara.

Ia juga berharap agar mahasiswa atau civitas akademika dapat mengambil peran yang lebih besar lagi untuk meningkatkan literasi msyarakat Indonesia dalam konteks digital. “Saya harap teman-teman mahasiswa serta civitas akademika mengambil peran yang lebih besar dalam meliterasi masyarakat Indonesia. Saya juga percaya dan yakin UMY dapat melakukanya dan dapat berpartisipasi serta berkontribusi kepada negara Indonesia dalam konteks literasi digital ini. Oleh karena itu, ayo kita tingkatkan literasi terhadap masyarakat Indonesia,” pungkas Rudianta. (pras)