Berita

Sains Pertanian Harus Pastikan Keberlanjutan

Untuk Indonesia, pertanian merupakan bagian dari sejarah panjang dari bangsa dan merupakan bentuk dari budaya rakyat negara. Bahkan disebutkan oleh Soekarno, pertanian merupakan hidup matinya sebuah bangsa karena banyak hidup dari masyarakat dari sebuah negara bergantung padanya. Dengan majunya teknologi, corak pertanian di berbagai belahan dunia sudah banyak berubah dari yang sederhana hingga terindustrialisasi. Perubahan tersebut memberikan beragam intrepertasi dalam sektor tersebut, termasuk kemajuan dan juga mendesaknya perbaikan dalam penerapan pertanian di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Damayanti Buchori, Ahli Entomologi dan Ahli Ekologi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), dalam kuliah umum untuk Agroteknologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Kuliah tersebut dilaksanakan pada hari Senin (25/2) di gedung Kasman Singodimedjo dengan tema mengenai Isu Terkini Dalam Agroekologi dan Studi Perlindungan Tanaman.

Damayanti menjelaskan bahwa pertanian sudah banyak berubah dan hal tersebut banyak dipengaruhi oleh rangkaian revolusi yang terjadi. “Awalnya pertanian dilakukan secara beragam untuk satu ladang, kini dengan revolusi industri pertanian juga terpengaruhi dengan model yang serba mono culture. Satu ladang hanya dipakai untuk menanam satu jenis tanaman dengan tujuan efisiensi, ini merupakan hasil dari industrialisasi yang sebenarnya tidak tepat diterapkan untuk sektor pertanian. Ini karena ada perbedaan yang sangat signifikan antara industri dan pertanian. Misal pada industri; mesin yang digunakan adalah rancangan manusia; dapat diatur mekanisme kerjanya; dengan hasil yang sesuai desain. Sedangakan pada pertanian; “mesin’ alam yang ada bukan rancangan manusia, dengan proses yang belum sepenuhnya dipahami manusia; hasil yang bergantung pada waktu, lokasi dan perlakuan; juga melibatkan kompleksitas interaksi antara lingkungan, manusia, tanaman, mikro organisme, dan lainnya,” papar Damayanti.

“Bukan bermaksud untuk menuduh bahwa science dalam industrialisasi pertanian adalah sesuatu yang jahat. Namun yang ingin ditekankan adalah pengetahuan yang kita miliki sagat terbatas dan mungkin science yang sekarang kita kira baik ternyata berdampak buruk kedepannya. Kita harus bisa menerima apabila hal tersebut salah dan juga harus siap untuk memperbaikinya. Kita harus bisa mendefinisikan masa depan seperti apa yang ingin kita ciptakan dengan kemajuan saat ini,” ujar Damayanti kepada para mahasiswa Agroteknologi UMY.

Di sini kemudian Agroekologi dapat menjadi solusi untuk memberikan keamanan terhadap masa depan pertanian. “Proses fotosintesis yang terjadi pada tanaman dan juga interaksinya dengan lingkungan dan organisme lainnya menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang saling mengikat. Ketika salah satu pelaku dari hubungan tersebut hilang maka akan berpengaruh terhadap pelaku lainnya, misal pada penerapan green revolution yang menerapkan clean farming. Metode ini banyak bergantung pada pestisida yang menghasilkan beragam efek samping seperti menghilangkan biodiversity yang berada di sekeliling tanaman sampai meningkatkan resistensi penyakit tanaman terhadap pestisida. Agroekologi berusaha menemukan solusi yang menekankan pada pendekatan lingkungan itu sendiri untuk menyelesaikan masalah tanaman,” ungkap Damayanti.

Argoekologi mencoba memahami proses yang terjadi dalam sistem alami terkait fenomena ekologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan. “Dalam perspektif yang lebih luas, Agroekologi ingin memecahkan masalah pertanian dengan pendekatan lingkungan dan memperhatikan aspek sosial. Karena dengan ini solusi yang dihasilkan tidak hanya mengutamakan produksi yang maksimal, tapi juga memastikan produksi pertanian tersebut juga terus berkesinambungan. Ini yang harus menjadi fokus dalam menilai kemajuan science dalam pertanian. Terlebih dengan revolusi 4.0 kini yang mengintegrasikan platform digital dengan berbagai aspek kehidupan, termasuk pertanian,” tandas Damayanti. (raditia)