Shalat berjamaah merupakan kunci kemenangan umat Islam, hal tersebutlah yang diungkapkan oleh Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P. selepas shalat subuh bersama pada Sabtu pagi (21/10). Ungkapan tersebut disampaikan oleh Gunawan dalam sambutan pembuka untuk Kajian Sabtu Pagi yang rutin diadakan oleh Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) UMY di Mesjid KH Ahmad Dahlan.
Gunawan menyebutkan bahwa rumus untuk mencapai kemenangan tersebut sudah diketahui oleh umat muslim sejak lama. “Setiap kali adzan berkumandang kita selalu diajak untuk menuju kemenangan, yaitu dengan menunaikan shalat berjamaah. Namun masih banyak dari kita yang belum menunaikan perintah ini secara menyeluruh. Oleh karena itu melalui LPPI, kita ingin membudayakan shalat berjamaah dikalangan civitas akademika UMY sebagai dorongan bagi kita untuk berlomba-lomba menuju kebaikan dan kemenangan,” ujarnya.
Kajian dengan tema Gerakan Berkebangsaan Dalam Perspektif Muhammadiyah Berkemajuan tersebut diisi oleh Dahnil Anzar Simanjuntak, M.Si.. Ia menyebutkan bahwa semangat identitas merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap individu. “Semangat identitas menjadi dasar bagi banyak pembangunan yang terjadi di indonesia. Seperti semangat identitas yang dimiliki oleh pemuda di daerah-daerah nusantara saat itu yang menghasilkan Sumpah pemuda, hal yang sama juga terjadi pada Budi Utomo. Merdekanya Indonesia juga didasarkan pada semangat identitas negara. Muhammadiyah juga tak lepas dari semangat identitas, yaitu identitas keislaman,” ungkap Dahnil.
“Namun yang terjadi di negara kita saat ini malah ada semacam indikasi ‘pengharaman’ semangat identitas tertentu yang dikatakan sebagai salah satu cara menghindari konflik. Padahal hal ini bisa saja dihindari tanpa perlu melakukan ‘pengharaman’, yaitu dengan berdialog yang diistilahkan oleh Bung Hatta dengan Nalar Ilmiah. Maksudnya adalah berdialaog untuk menemukan sebuah mutual respect dan juga pengertian antara satu dengan yang lainnya. Karena itu dakwah yang dilakukan oleh KH Ahmad Dahlan adalah melalui pendidikan dan juga kesehatan, karena ia sadar itu merupakan cara yang paling dekat dengan masyarakat untuk memberikan pengertian tentang saling menghormati dan mengerti,” papar Dahnil.
Dahnil menyebutkan bahwa nama dan dasar negara juga merupakan hasil dari berdialog. “Saat ini banyak sekali narasi yang memberikan stigma negatif terhadap simbol identitas. Misal ketika anda menampakkan identitas Islam, anda kemudian dikelompokkan sebagai radikal. Untuk meluruskan hal ini kita harus melakukan dialog antar identitas. Bahkan nama Indonesia dan juga dasarnya yaitu Pancasila merupakan produk hasil dari berdialog, untuk itu kita harus terbiasa dan mau diajak berdialog,” jelasnya.
“Semangat identitas keislaman ini kemudian berkaitan dengan konsep Berkemajuan yang dimiliki Muhammadiyah. Islam berkemajuan yang diusung oleh Muhammadiyah memiliki tiga ciri; Tauhidnya murni, dengan ini seseorang akan merdeka dari penghambaan kepada dunia dan hanya bergantung pada Allah; Ahlak yang baik, karena inti dari ajaran Islam adalah perilaku yang baik kepada diri sendiri, orang lain dan juga pada Sang Pencipta; lalu yang terakhir adalah Eksistensi ilmu pengetahuan, karena warisan dari Islam bukanlah monumen yang menjulang dan megah, melainkan ilmu yang bermanfaat bagi umat dan masyarakat. Kita bisa dengan jelas melihat bahwa semangat identitas yang kita miliki bukan mengarah pada radikalisme yang negatif, melainkan pada pembangunan yang berkemajuan,” tutup Dahnil mengakhiri kajian. (raditia)