Berita

Siklus Pengelolaan Obat Harus Dijalankan Dengan Baik

Dalam bidang kesehatan, penyelenggaraan produk obat menjadi poin penting dalam aktivitas perawatan pasien. Agar obat selalu tersedia dan siap untuk digunakan dalam kebutuhan berbagai situasi, seperti obat yang digunakan dalam pengobatan pasien kanker, siklus pengelolaan obat harus benar-benar dijalankan dengan baik. Hal tersebut disampaikan oleh keynote speaker, Engko Sosialine Magdalene, Apt, M.Bio, selaku Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Ditjen Kefarmasian dan alkes dalam 1st international Conference of Pharmaceutical Updates (ICPU) dan 9th Annual Symposium of Indonesian Society for Cancer Chemoprevention (ISCC). Kegiatan yang dilaksanakan oleh program studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tersebut berlangsung pada hari Rabu (17/10) hingga Jum’at (19/10) di Auditorium Gedung KH Ibrahim kamus terpadu.

Engko menyampaikan siklus pengelolaan obat sangat dibutuhkan terutama untuk menentukan jenis obat dan menghitung kebutuhannya. “Penentuan obat apa yang akan digunakan menjadi salah satu aspek dalam siklus pengelolaan, karena obat tersebut akan diberlakukan secara nasional. Dalam penentuannya perlu dipertimbangkan beberapa hal seperti; apakah obat tersebut sudah terbukti secara klinis; bagaimana membuat diagnosis yang tepat dengan obat tersebut; harga; dan kemampuan untuk membelinya. Ketika seluruh aspek dalam siklus pengelolaan obat dapat dikelola dengan baik maka tidak akan ada lagi istilah obat kosong di rumah sakit atau di distributor yang menyebabkan pasien harus mencari sendiri dan merogoh kantong lebih dalam,” ujarnya.

Engko memberikan permisalan dengan obat yang digunakan dalam pengobatan kanker. “Obat yang digunakan dalam pengobatan penyakit kanker memang relatif mahal harganya. Keefektifannya dalam bekerja ( Efikasi), keamanan dan keterjangkauan dari obat tersebut akan menjadi pertimbangan utama, misal apakah dengan pengobatan yang tepat obat tersebut dapat menyembuhkan kanker atau hanya memperpanjang kesempatan hidup. Kemudian apakah obat tersebut dapat memberikan kemajuan yang berarti dalam kualitas hidup pasien. Jika sudah ditentukan obatnya maka oleh industri farmasi dapat diolah dan kemudian didistribusikan ke fasilitas pelayanan kesehatan,” jelasnya.

Hal tersebut juga digunakan dalam penentuan obat yang dijamin penggunaannya dalam Jaminan Kesehatan Nasional JKN. “Ini yang jadi alasan mengapa JKN tidak lagi memberikan penjaminan untuk beberapa jenis obat, karena benefit-risk ratio yang tidak sebanding. Penerapan keputusan tersebut sudah dilakukan dengan berbagai pertimbangan,” ungkapnya.

Acara yang bertajuk Trending on Chemopreventive Agent tersebut juga menjadi media bagi berbagai ahli untuk saling berbagi. “Chemoprevention ini mengenai pengembangan agen berupa obat ataupun metode pengobatan yang dapat digunakan untuk melakukan pencegahan terhadap kanker. Hal tersebut sangat berguna terlebih untuk pengobatan bagi penderita kanker yang belum mengalami metastasis (penyebaran sel kanker), karena penanganan dilakukan dengan tujuan menghambat pertumbuhan sel kanker,” ujar Sabtanti harimurti, PhD, Apt. selaku Kepala Prodi Farmasi.

Pramitha Esha ND, M.Sc, Apt. sebagai Ketua acara menyampaikan bahwa kegiatan tersebut juga membahas banyak aspek. “Pembahasan yang dilakukan misal pada aspek cancer immunology dan juga cancer system. Acara ini juga bekerjasama dengan ISCC dan juga peneliti lain yang banyak melakukan penelitian terhadap metode penanganan terapi, pharmaceutical care, ataupun temuan mereka dalam bidang terkait dari berbagai negara,” jelasnya.

Pembicara yang hadir dalam acara ini adalah; Engko Sosialine Magdalene, Apt, M.Bio, Direktur Tata Kelola Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Ditjen Kefarmasian dan alkes; Prof. Jun Ya Kato, Professor expert dalam Tumor Cell Biology, NAIST, Jepang; Prof. Mitsunori Kirihata, PhD, Expert dalam Medicinal Chemistry of Boron Drug, Boron Neutron Capture Therapy, Osaka, Jepang; Prof. Dr, Ibrahim Jantan, Msc., PhD,, expert dalam phyntotherapy for anti tumor Taylor University Malaysia; Prof. dr. Katja Taxis, M.Pharm., M.Sc., PhD., Expert dalam Pharmaceutical Care for Cancer; Prof. Yashwant V Pathak, Expert dalam Nanothecnology, Drug Delivery System, and Nutraceutical for Cancer, University of South Florida, USA; Chanthaong, B. Pharm, BCP, BCOP, Expert in Cancer Pharmacotherapy, Khon Khaen University; Thomas james Henshall, M.Sc, Expert dalam Economic Aspect for Cancer Medication, Australian Volunteers Porgram; Sabtanti Harimurti, PhD, Apt, Expert dalam Chemistry of Chemotherapy Agent, UMY. (raditia)