Pada zaman sekarang ini, pengembangan Sains dan Teknologi mutlak diperlukan untuk bisa terus bersaing dalam dunia global. Hal ini juga menjadi perhatian Muhammadiyah, dan melalui acara seminar virtual Zoom yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, mempertemukan para guru besar dan tokoh Muhammadiyah untuk membahas bersama ‘Pengembangan Sains dan Teknologi di Persyarikatan Muhammadiyah’, Senin (8/2).
Berbicara mengenai perkembangan Sains dan Teknologi, sejatinya Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Dengan sumber daya yang ada, impian meningkatkan derajat dari Negara Berkembang menjadi Maju sangatlah kuat. Muhammadiyah menyadari akan hal itu, dan melalui forum ini diharapkan tercipta sebuah semangat untuk bisa meningkatkan perkembangan Sains dan Teknologi.
Dasar pergerakan Muhammadiyah yaitu Tajdid, dengan perspektif Islam Berkemajuan. “Untuk beberapa hal kita sudah di depan seperti Amal Usaha, pengelolaan ekonominya dan kemampuan sumber daya manusia yang mengintegrasikan ilmu dan agama,” tegas Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Haedar Nashir M.Si.
Kemudian ada perguruan Tinggi Muhammadiyah, yang tradisi Ilmu dan sains sudah hidup di seluruh perguruan tinggi. “Orang sudah terbiasa dengan penelitian, tapi saya sekarang menuntut perguruan tinggi untuk melakukan penelitian yang sifatnya institusional atau kelembagaan. Baik itu ilmu sosial, humaniora, agama, maupun juga ilmu eksakta. Tujuannya untuk memberikan kontribusi berkemajuan dalam bidang sains dan teknologi di lingkungan Muhammadiyah,” imbuh Haedar.
Tentu saja harus ada peran besar yang dilakukan pemimpin universitas atau Rektor untuk memobilisasi guru besar dan doktornya, mentransformasi kebiasaan dan riset individual maupun kelompok yang terindeks scopus. Programnya harus produktif untuk penelitian institusional.
Hal tersebut mengacu kepada fakta bahwa Indonesia sedikit tertinggal dari negera-negara lainnya, khususnya dalam bidang pengembangan riset dan teknologi. Sudah ada beberapa negara yang mengembangkan teknologi 5.0, sementara di Indonesia masih 4.0. “Kondisi-kondisi inilah yang seharusnya menjadi pemantik para peneliti di PTMA khususnya agar terus berkarya menghasilkan sebuah penelitian yang berkualitas, demi tercapainya riset sains dan teknologi yang mumpuni,” tukas Haedar.
Sementara itu Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surakarta Prof. Dr. Khudzaifah Dimyati, SH., M.Hum, menilai ada strategi pola pikir dan paradigma di ilmuan persyarikatan Muhammadiyah untuk sosial sains. Jadi belum ada keseimbangan antara penelitian eksakta dan sosial di lingkungan Muhammadiyah. “Harus ada kolaborasi sebenarnya antara sosial dan sains, saling menyapa dengan ilmu lain juga. Tapi tetap bermuara pada basis nilai-nilai keislaman dan kemuhammadiyahan,” tutupnya. (Hbb)