Dari dulu pemerintah sudah memiliki regulasi tetang tanah, pemerintah mengemas regulasi tersebut dengan sistematis dan terstruktur. Namun, pada kenyataannya tidak semua orang merujuk pada regulasi tersebut,bahkan regulasi itu juga pernah tidak dipakai dalam selang waktu 12 tahun. Hal ini disebabkan oleh adanya aktor konglomerasi tanah.
Demikian yang disampaikan oleh Dr. Bambang Suwignyo dalam rangka Refleksi Akhir Tahun dengan mengangkat tema “Tanah Untuk Rakyat” di Kantor PP Muhammadiyah, kamis (20/12).
Bambang menyatakan bahwa Regulasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah sudah jelas namun pada aplikasinya tidak ada yang merujuk pada regulasi tersebut.
“Akibatnya saat berbicara kepemilikan tanah pemerintah lebih condong kepada hak dari kepemilikan modal daripada tanah untuk rakyat, sehingga orang lebih percaya menyerahkan tanahnya kepada pemilik modal daripada rakyat,” lanjut Bambang.
Selain Bambang turut hadir pula tokoh intelek Emha Ainun Nadjib atau kerap disapa Cak Nun dan perwakilan dari MPR RI Harjiyanto. Dalam kesempatannya Cak Nun menjelaskan bahwa persoalan tanah tidak akan pernah selesai jika masih ada korporaktorkrasi di dalamnya.
“Hal ini disebabkan karena belum adanya kesiapan pemerintah dalam memahami kebutuhan rakyatnya. Pemerintah hanya beniat untuk mensejahterakan perutnya tanpa memikirkan kesejahteraan rakyatnya,” jelasnya.
Di dalam menyelesaikan masalah tersebut Cak Nun melihat harapan besar dari penerus muhammadiyah untuk menjadi kelompok revolusioner. Muhammadiyah mampu merubah paradigma untuk segala kepentingan rakyat.
Senada dengan kedua pembicara yaitu Bambang dan Cak Nun, harjiyanto juga memaparkan bahwa perlu adanya konsensus politik baru.