Dalam beberapa tahun belakangan, perkembangan industri iklan semakin marak dan bervariasi. Tetapi, pertumbuhan yang subur dunia periklanan tidak dibarengi dengan meningkatnya etika yang terkandung pada pesan yang disampaikan. Menyikapi hal itu, mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) konsenstrasi advertising angkatan 2017 menerbitkan empat buku yang berisi tentang kritik dan tanggapan terhadap industri periklanan yang ada di media cetak, digital, dan baliho di ruang terbuka.
Keempat buku itu berjudul Cermin Pariwara Indonesia (CPI), Kritik Iklan (KRIK), Front Pembela Iklan, dan Lika Liku Luka Iklan. Dosen Ilmu Komunikasi UMY, Dr. Fajar Junaedi mengatakan bahwa saat ini kreativitas dalam iklan sangat beragam dan menarik, akan tetapi meninggalkan hal lain yang penting, yaitu etika. “Kita lihat praktik periklanan di Indonesia secara etika tidak maju-maju, tetapi secara kreatif majunya luar biasa. Seperti contoh ketika saya membaca surat kabar yang di dalamnya diselipkan brosur restoran cepat saji. Hal seperti ini menjadikan perusahaan media dapat bangkrut,” katanya saat menghadiri launching buku pada Rabu, (16/5) di Langgeng Art Foundation.
Fajar pun mengomentari konten dari iklan yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan perguruan tinggi yang dirasa tidak mencerminkan etika yang baik dengan memberikan jaminan pekerjaan bagi mahasiswa ketika lulus kelak. Hal yang sama juga terjadi pada iklan-iklan klinik pengobatan yang menjamin kesembuhan bagi pasien yang datang berobat ke tempat itu. Atas dasar fenomena seperti di atas, ia menyebut sebagai bentuk tahayul gaya baru.
“Tahayul gaya baru, coba kalian bayangkan ketika tahayul bergeser dari perkataan para dukun berpindah di televisi yang memperlihatkan ada air putih diberi gelombang elektromagnetik dan kemudian diminum pasti sembuh penyakitnya, siapa yang menjamin pasti sembuh? Iklan perguruan tinggi ngomongnya sebagai institusi perguruan tinggi, tetapi melakukan klaim terbaik, lulusan dijamin kerja. Kampus, institusi yang dihormati tetapi beriklan aja salah,” imbuhnya.
Lalu salah satu buku yang ditulis oleh mahasiswa ini mengungkap praktik prostitusi yang menampilkan iklan di surat kabar sebagai iklan baris. Informasi yang disampaikan pada iklan tersebut adalah jasa pijat, namun setelah ditelusuri ditemukan fakta yang berbeda, yaitu jasa prostitusi.
Untuk itu, Fajar Junaedi merekomendasikan keempat buku tersebut dibaca oleh akademisi maupun para praktisi yang bergerak di bidang periklanan karena memberikan fakta-fakta seputar iklan yang patut untuk dipahami secara mendalam.(ak)