Berita

Tanggapi Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Sektor Konstruksi, Wasekjen PII Beri Pesan 38 Insinyur Baru UMY Untuk Jaga Lingkungan

Program Studi Profesi Insinyur (PS PPI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali mengambil sumpah 38 Insinyur baru di Gedung AR Fakhruddin B lantai 5 UMY, Sabtu (9/3). Ir. Dandung Sri Harninto, ST., MT., IPU., ASEAN Eng., Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Pusat yang hadir secara daring memberikan pesan untuk selalu menjaga lingkungan.

Sebagaimana diketahui, akhir tahun 2023 lalu, National Aeronautics and Space Administration atau NASA mengumumkan bahwa tahun 2023 adalah musim panas terpanas di bumi sejak pencatatan global dimulai pada tahun 1880 menurut para Ilmuan di Goddart Institute of Space Studies (GISS) NASA di New York.

Sementara itu, menurut PBB, peristiwa cuaca ekstrem termasuk hujan deras dan kekeringan telah menyebabkan rata-rata lebih dari 20 juta orang meninggalkan rumah mereka dan pindah ke daerah lain di negara mereka setiap tahunnya. Para ilmuan juga memperingatkan bahwa cuaca ekstrem dalam beberapa bulan terakhir hanyalah puncak gunung es dibandingkan dengan dampak yang lebih buruk di masa depan.

Dandung mengungkapkan, kenaikan suhu bumi sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu panas yang terperangkap oleh konsentrasi gas rumah kaca yang terus meningkat akibat aktivitas manusia dan yang kedua disebabkan oleh emisi karbon. Menurutnya, emisi karbon telah meningkatkan suhu lebih cepat dibandingkan ribuan tahun yang lalu dan kemunculan kembali fenomena El Nino pada tahun 2023 semakin menambah peningkatan suhu tersebut.

“Untuk itu kita harus berpikir bagaimana setiap langkah yang kita lakukan tidak memperburuk efek ini. Jangan sampai kita menganggap ini hanya hal kecil dan merasa tidak perlu memikirkan. Ini menjadi PR bersama, kita harus melakukan energi transisi dari penggunaan bahan-bahan fosil menjadi bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan, seperti matahari, angin dan sebagainya,” kata Dandung.

Kondisi ini sangat berkaitan erat dengan dunia konstruksi. Artikel dari Geoforce Indonesia mengungkapkan bahwa sektor konstruksi adalah salah satu pengeksploitasi sumber daya terbesar dan setengahnya merupakan sektor yang tidak terbarukan. Menurut World Watch Institute, industri ini mengonsumsi 40 persen penggunaan batu mentah, kerikil dan pasir di dunia serta 25 persen kayu murni per tahunnya.

Tidak hanya itu, industri ini juga menyumbang kerusakan terkait dengan atmosfer polusi udara. Sektor konstruksi bertanggngjawab atas 39 persen emisi karbon dioksida terkait energi dan proses. Tinggginya persentase ini berasal dari tindakan di lokasi konstruksi, transportasi dan pembuatan bahan bangunan.
“Dan juga limbah. Konstruksi menghasilkan limbah dalam jumlah besar karena bergantung pada solusi cepat dan murah yang perlu diganti setiap tahunnya atau bahkan setiap beberapa bulan,” imbuh Dandung.

Sehingga, Dandung mengingatkan kepada 38 insinyur baru yang dilantik untuk selalu menjaga lingkungan hidup serta membangun kesadaran bahwa apapun yang dilakukan akan membawa efek berkepanjangan.

“Untuk itu kita harus berubah mulai dari hal kecil, memilih material yang kita pilih, teknolgi yang kita gunakan, hingga lokasi konstruksi yang kita bangun, semuanya menghasilkan gas karbon yang menyebabkan global warming. Tentu saja kita tidak bisa menghentikan bisnis dan perekonomian secara keseluruhan, namun kita dapat menyeimbangkan dampak lingkungan dengan tindakan yang bijaksana,” pesan Dandung. (Mut)