Berita

Teater Tangga UMY Angkat Masalah Sosial ke Pertunjukkan Drama

Sebuah karya seni teater dituntut untuk tidak sekedar dipentaskan tanpa mengungkap maksud tertentu. Pementasan drama selalu dibalut sedemikian rupa sehingga dapat menyampaikan sebuah pesan moral. Pementasan drama tersebut akan lebih diapresiasi oleh para penikmatnya jika pesan moral yang diangkat merupakan sebuah pesan kepedulian terhadap masalah sosial di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.

Sebuah karya seni teater dituntut untuk tidak sekedar dipentaskan tanpa mengungkap maksud tertentu. Pementasan drama selalu dibalut sedemikian rupa sehingga dapat menyampaikan sebuah pesan moral. Pementasan drama tersebut akan lebih diapresiasi oleh para penikmatnya jika pesan moral yang diangkat merupakan sebuah pesan kepedulian terhadap masalah sosial di tengah-tengah masyarakat dewasa ini.

Hal itulah yang menjadi semangat komunitas seni Teater Tangga Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) untuk mengemas sebuah pementasan drama bertajuk “Pispot”, Rabu (2/3) malam di Pendopo Kantin Kampus Terpadu UMY. Dalam pementasan ini, Teater Tangga UMY berusaha mengangkat masalah semakin maraknya tindak kejahatan di tengah-tengah masyarakat terutama di pasar-pasar tradisional.

Menurut Sutradara pementasan Siti Fauziah, hasil pengamatan lapangan yang mereka lakukan memperlihatkan bahwa penjambretan di pasar-pasar tradisional ternyata sering direncanakan oleh sindikat-sindikat kejahatan. Kerapian sindikat kejahatan ini ternyata juga tidak lepas dari peran orang-orang pasar itu sendiri. “Biar masyarakat tahu, di lingkungan mereka sendiri sebenarnya juga ada hal semacam ini. Bukan hanya sindikat kelas kakap seperti Gayus yang berkeliaran”, terangnya.

Setidaknya ada tiga pasar yang didatangi para punggawa Teater Tangga, Pasar Kotagede, Beringharjo, dan Lempuyangan. Di ketiga pasar ini, mereka menemukan kesamaan keberadaan sindikat kejahatan ini, meskipun juga terdapat perbedaan dalam bentuk, cara, maupun orang-orang yang terlibat dalam sebuah tindak kejahatan. “Dari pasar biasa seperti Kotagede dan Lempuyangan hingga yang terstruktur seperti Beringharjo, tetap saja ada”, jelas Siti.

Pementasan “Pispot” yang naskah ceritanya diadaptasi dari cerpen berjudul sama karya Hamsad Rangkuti ini memang menceritakan seorang Kepala Keamanan Pasar Ngarangan bernama Lek Kardi yang berkomplot untuk melakukan penjambretan kalung milik Yu Kesi, seorang pembeli di pasar tersebut. Berbekal pengamatan lapangan yang dilakukan sejak dua bulan sebelum pementasan, Teater Tangga berhasil menyulap Kantin Selatan UMY menjadi pasar tradisional yang kental dengan budaya Jawa.

Situasi konflik mulai muncul ketika Lek Kardi membawa seorang pria ke tengah-tengah pasar. Lek Kardi menuduh pria itu telah menjambret lalu menyembunyikan kalung Yu Kesi dengan cara menelannya. Tentu saja ini hanya akal-akalan Lek Kardi untuk mengalihkan kecurigaan orang-orang pasar terhadap keberadaan sindikat jambret yang tidak hanya beraksi kali ini saja.

Pria tertuduh itu kemudian dihakimi dan dipaksa orang-orang pasar untuk meminum obat pencahar agar kalung Yu Kesi dapat dikeluarkan ke sebuah pispot. Namun ternyata kalung yang akan dipergunakan untuk tambahan biaya naik haji itu pun tak kunjung ditemukan sehingga Yu Kesi pun mengikhlaskannya. Di akhir pentas diceritakan salah satu penjual di pasar yang secara tidak sengaja mendengar perbincangan Lek Kardi dan anak buahnya yang ternyata menjambret kalung tersebut.

Siti menjelaskan, akhir cerita pentas ini memang sengaja dibuat berbeda dari cerita asli dalam cerpen. Hal ini dilakukan demi menimbulkan pesan keberadaan sindikat kejahatan tadi. “Dalam cerita aslinya, pria yang dituduh Lek Kardi memang pria yang menjambret Yu Kesi. Namun kami buat versi Teater Tengga untuk itu”, urainya.

Sementara Pimpinan Redaksi Pispot Septian Nur Yekti menjelaskan, pada awalnya pertunjukkan ini dibuat sebagai Studi Pentas Keaktoran yang diadakan Teater Tangga dalam memberi pengalaman bagi para personil baru. Setidaknya ada delapan personil baru yang memainkan peran berbeda dibantu personl-personil lama serta para figuran dari organisasi-organisasi mitra.

Para personil baru ini digodok untuk mengenal lebih jauh seluk beluk dunia teater selama dua bulan sejak awal Januari lalu. Mereka berlatih olah vokal, olah tubuh dan kemampuan lain dalam kurun waktu tersebut. Ia berharap studi pentas ini memberi pengalaman kepada para anggota baru sehingga memiliki kemampuan akting. “Terlepas dari hal tersebut pementasan ini juga menjadi tempat pembelajaran bagi para senior. Karena seni teater terdiri dari macam-macam elemen. Bukan hanya berakting”, lanjutnya.

Teater Tangga UMY merupakan kelompok seni yang resmi dibentuk pada tahun 1998 sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa di UMY. Komunitas ini dibentuk atas prakarsa mahasiswa-mahasiswaUMY yang sebelumnya berseni melalui Forum Sastra dan Budaya (FOSAB) sejak Desember 1994.