Seiring dengan makin meningkatnya desakan akan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, bisnis modern kini telah merubah arah bisnisnya yang selama ini terkesan profit oriented menjadi entitas bisnis yang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Perubahan pada tingkat kesadaran korporasi memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Namun disadari atau tidak, pelaksanaan CSR masih dalam dilema eksistensial. Belum ada keseragaman pemahaman perusahaan mengenai CSR.
Demikian disampaikan mahasiswi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Febriana Hestika Mirandi, yang menjadi wisudawati terbaik dan termuda pada Wisuda UMY Periode II Tahun Akademik 2009/2010.
Pelaksanaan wisuda akan diselenggarakan pada besok, Sabtu (20/2) di Sportorium UMY. Dalam wisuda kali ini, UMY meluluskan 481 wisudawan, yang meliputi 436 wisudawan S1 dan 45 wisudawan S2.
Febri dinyatakan sebagai wisudawati terbaik dengan Indeks Prestassi Kumulatif (IPK) 3,98 dan termuda dengan usia 20 Tahun, 6 Bulan, 21 Hari. Selama kuliah, prestasi yang diraihnya meliputi peserta magang Program Cooperative Academic Education (COOP) PT Telkom, penerima dana Program Mahasiswa Wirausaha dari DIKTI melalui sate tempe, penerima beasiswa Beasiswa Umum dari UMY selama dua kali, dan terlibat dalam penelitian mahasiswa setiap tahunnya selama tiga tahun terakhir.
Dalam skripsinya, Febri menjelaskan kekuatan perekonomian dunia saat ini tidak lagi dikuasai oleh negara, namun kekuasaan perekonomian telah bergeser dari negara ke sektor bisnis. “Kekuatan ekonomi sektor bisnis menjadi kekuatan baru perekonomian yang bahkan kekuatannya melebihi kekuatan negara. Kekuasaan dan pengaruh perusahaan raksasa di berbagai ranah kehidupan masyarakat yang semakin kokoh merupakan fakta empiris,” ungkapnya di Kampus Terpadu UMY, Jumat (19/2).
Terkait dengan kekuatan tersebut, Febri menuturkan dampak positif maupun negatifnya sangat besar. Tidak bisa disangkal memang, korporasi telah memberikan kemajuan bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dll. Akan tetapi pengaruh negatifnya pun sangat sebanding, seperti adanya Kerusakan lingkungan, proses pemiskinan dan marginalisasi kelompok masyarakat rentan, kian lebarnya kesenjangan ekonomi serta pengaruhnya terhadap proses politik yang tidak demokratis di berbagai jenjang pemerintahan, yang mana hal tersebut hanyalah sebagian dari dampak negatif itu.
“Kritik itulah yang selanjutnya melahirkan sebuah konsep baru dalam dunia bisnis untuk mencari solusi bersama dan CSR lahir sebagai desakan dari masyarakat atas perilaku bisnisnya,” tutur Febri. CSR pun kemudian menjadi topik baru yang sering dibicarakan oleh dunia usaha, aktivis LSM maupun kalangan akademisi. Sulit dipungkiri bahwa CSR yang tadinya merupakan isu marginal kini telah menjelma menjadi isu sentral. “Namun disadari atau tidak, pelaksanaan CSR masih dalam dilema eksistensial. Belum ada keseragaman pemahaman perusahaan mengenai CSR,” tambahnya.
CSR sebenarnya bukan merupakan konsep yang baru, CSR secara nonstruktur telah lama berkembang dalam dunia bisnis. Sejatinya telah banyak perusahaan yang memasukkan CSR ke dalam visi bisnis perusahaan. “Akan tetapi, tidak sedikit perusahaan yang melaksanaan CSR secara tidak terarah dan kurang efektif. CSR hanya dianggap sebagai sebuah tren, bahkan CSR terkadang masih dianggap sebagai biaya semata, bukan merupakan investasi sosial yang memberikan banyak manfaat bagi perusahaan,” tandas Febri