Umat muslim tidak perlu bersikap reaktif terhadap isu pembakaran Al Qur’an yang akan dilakukan pada 11 September mendatang di Amerika Serikat. Namun bukan berarti umat muslim mesti berdiam diri melihat kejadian tersebut. Yang harus dilakukan adalah kritis korektif. Krisis korektif yang dimaksud adalah mengkritisi dan mengkoreksi hal tersebut melalui balasan wacana dan tidak membalas dengan hal yang serupa bahkan yang lebih parah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Drs. Muhammad Azhar, M.Ag, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (FAI UMY) dalam sebuah diskusi terbatas terkait dengan isu tersebut bertempat di Kampus Terpadu UMY, Rabu (8/9).
Azhar melihat hal tersebut sesuai dengan pesan nabi yakni Balaslah Kejahatan dengan Kebaikan. Sebenarnya Azhar pribadi sangat menyesalkan jika hal tersebut benar-benar terjadi. Namun jika umat islam terprovokasi hal tersebut akan memperkeruh suasana. Oleh karena itu Azhar melihat pemerintah harus tanggap terhadap hal ini. Salah satunya melalui Dubes Indonesia untuk Amerika Serikat harusnya bisa melakukan diplomasi untuk mencegah hal tersebut terjadi. ”Selain itu Menteri Agama dan Ormas Islam harus bisa meredakan emosi umat atas rencana aksi tersebut,”urainya.
Menurut Azhar peran pemerintah sangat penting dalam hal ini karena jika pemerintah tidak bersikap dan hanya diam saja tanpa berbuat apa apa maka pada akhirnya umat yang akan bertindak dan ditakutkan malah reaktif. Azhar juga melihat bisa saja hal tersebut merupakan upaya untuk memancing emosi umat, sehingga harus dihadapi dengan kepala dingin. “ Jika dihadapi dengan reaktif hal tersebut bisa menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa dan umat beragama,“ paparnya.
Namun jika ditilik dari sisi lain, isu pembakaran Alquran ini bisa menjadi sebuah momen untuk orang orang terutama masyarakat barat untuk mengenal Alquran. Menurt Azhar, orang-orang pasti akan bertanya apa sebenarnya Alquran dan kenapa harus di bakar. “Sehingga kemungkinan banyak orang yang memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap Alqur’an dan kemudian mempelajarinya,”imbuhnya.
Hal yang terpenting juga menurut Azhar adalah setiap umat beragama harus memahami kitab sucinya masing-masing, dan diupayakan memahami kitab suci umat agama lain. Karena jika kita bisa memahami kitab suci masing-masing kita akan bisa saling memahami. “karena pada hakekatnya tidak ada kitab suci agama yang menyerukan pada pertikaian antar umat,”paparnya.
Selain itu juga harus terus dilakukan dialog antar umar beragama karena ini akan semakin membuka wawasan kita terhadap umat lain. “Dialog antar umat beragama ini harus ada di semua lini, baik lokal, regional, maupun internasional,”tandasnya.