Berita

Tim Pembela Kemanusiaan Anggap Densus 88 Tidak Melaksanakan Proses Hukum Secara Tepat dan Bermartabat

Kantor Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PKBH UMY) Rabu (23/8) mengadakan konferensi pers mengenai penangkapan terduga terorisme Achmad Romadlon Deny alias Ustadz Azzam oleh aparat hukum (Densus 88) pada 14 Agustus 2017. Koordinator Tim Pembela Kemanusiaan (TPK) kasus ini mengatakan bahwa berkaitan dengan penangkapan tersangka Ustadz Azzam, Densus 88 tidak melaksanakan proses hukum secara tepat dan bermartabat. “Penangkapan terhadap Ustadz Azzam tidak berbeda dengan proses penculikan. Kalau penegak hukum bertindak seperti ini malah akan memberikan rasa tidak aman terhadap orang lain,” tutur Dr. Trisno Raharjo, S.H.MH selaku kordinator TPK.

Trisno juga menjelaskan bahwa menurut pemaparan saksi, penangkapan terjadi saat dirinya dan Ustadz Azzam selesai menunaikan ibadah Shalat Maghrib. Akan tetapi, penangkapan tersebut dilakukan petugas dengan langsung memegang badan Ustadz Azzam, tanpa memberikan surat penangkapan kepada tersangka maupun keluarga tersangka. Saat saksi mencoba menolong Ustadz Azzam petugas yang lain melarang sambil menyatakan diri sebagai polisi. “Jarak antara masjid dengan rumah tersangka itu ternyata dekat. Jadi tidak ada alasan bagi penegak hukum untuk tidak memberikan surat penangkapan terlebih dahulu,” jelas Trisno.

Surat Pemberitahuan Penangkapan Tersangka Achmad Romdlon Deny, S.Pd.I alias Azzam Bin Rin Aminullah, baru diberikan kepada istri Ustadz Azzam sehari setelah dilakukan penangkapan namun istri Ustadz Azzam tidak bersedia menandatangani surat tersebut. Surat tersebut kemudian dibawa kembali dan dikirim ke rumah tinggal Ustadz Azzam pada 21 Agustus 2017. Alasan penangkapan tersebut adalah tersangka diduga telah melakukan tindak pidana, dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme sebagaimana Pasal 15 Jo Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Setelah dilakukan penangkapan tersangka ditahan di Mako Brimob. Dengan alasan tidak ada penyidik dan bukan jam kunjungan. Sehingga tim kuasa hukum dari TPK dan Narsi selaku istri Ustadz Azzam tidak dapat menemui tersangka. Sedangkan menurut Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memberikan hak sepenuhnya kepada penasihat hukum untuk dapat menemui tersangka atas permintaan keluarga agar dapat didampingi penasihat hukum,” jelas Trisno lagi.

Trisno juga menerangkan bahwa salah satu alasan penangkapan Ustadz Azzam yang terdapat pada surat penagkapan yang dikirimkan kepada keluarga adalah Laporan Polisi Nomor : LP/ A/103/XII/2016/Densus tanggal 10 Desember 2016. “Seharusnya jika menurut laporan tersebut dari Desember 2016 hingga Agustus 2017 merupakan waktu yang cukup lama. Seharusnya sudah dilakukan pendalaman dari penegak hukum sebelum dilakukan penangkapan,” tambah Trisno.

Selain itu, Trisno juga menyampaikan bahwa tim pembela kemanusiaan akan terus mencoba berkomunikasi agar dapat bertemu dengan Ustadz Azzam untuk meminta izin menjadi kuasa hukumnya dan meminta untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya dan akan mempertimbangkan apakah akan praperadilan, ganti rugi dan sebagainya. “Kami akan terus berkomunikasi, dan Jum’at kami akan mencoba untuk kembali berkunjung sesuai jadwal berkunjung yaitu hari Selasa dan hari Jumat,” jelas Trisno.
Tim Pembela Kemanusiaan juga meminta kepada Densus 88, agar dalam penegakan hukum terhadap tersangka tindak pidana terorisme tetap menghormati hak asasi manusia dan prosedur hukum yang berlaku. (zaki)