Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berhasil menyulap limbah kaleng bekas sebagai anti korosi tulangan baja pada beton di lingkungan yang agresif. Hal ini mereka lakukan karena melihat permasalahan korosi pada tulangan baja dalam beton, dan untuk memanfaatkan limbah kaleng bekas.
Tak hanya itu, tim PKM-RE UMY yang beranggotakan 5 orang mahasiswa Teknik Sipil ini juga mendasarkan penelitian dan inovasinya pada data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dalam data yang dirilis oleh Kementerian PUPR pada tahun 2022 jumlah jembatan di Indonesia mencapai 18.990 unit dengan 12.484 jembatan pada kondisi rusak sedang, 261 jembatan kritis, dan 122 jembatan runtuh.
Di sisi lain permasalahan lingkungan yang semakin meningkat dengan semakin banyaknya sampah salah satunya adalah limbah kaleng bekas. Menurut Ocean Conservacy pada tahun 2021 terdapat 9,76 juta unit sampah yang ditemukan di pesisir pantai dunia dengan limbah kaleng minuman 267,18 ribu unit sampah dan akan terus meningkat setiap tahunnya.
“Selain itu, secara umum struktur beton bertulang merupakan komponen terpenting dalam tercapainya kekuatan bangunan konstruksi. Akan tetapi, pada beton bertulang memiliki kelebihan, yaitu material tulangan yang sering mengalami korosi. Dan yang sering mengalami korosi ini salah satunya berada pada infrastruktur vital seperti jembatan,” ungkap Ahmad Choiry Fajar, Ketua PKM-RE UMY.
Berdasarkan latar belakang permasalahan-permasalahan itulah, Ahmad beserta timnya membuat terobosan inovatif dengan penggunaan anoda aluminium daur ulang yang dibuat dari limbah kaleng bekas. Riset dan inovasi yang mereka angkat ini berjudul “Recyled-Alumunium Anoda dari Logam Limbah Kaleng Bekas Sebagai Anti Korosi Tulangan Baja Pada Beton Bertulang di Lingkungan Agresif”.
Ahmad juga menyampaikan bahwa metode perlindungan korosi sebenarnya juga telah banyak dilakukan, salah satunya dengan metode Impressed Current Cathodic Protection (ICCP) dan Sacrificial Anode Cathodic Protection (SACP). Akan tetapi penggunaan ICCP pada perlindungan korosi relatif mahal, sehingga SACP menjadi sebuah solusi perlindungan korosi yang lebih murah dan efisien.
“Pada riset ini kami menggunakan metode (SACP). Pada dasarnya SACP ini menggunakan logam yang mudah terkorosi seperti Zinc (Zn), Aluminium (AI), dan Magnesium (Mg) sebagai media tumbal korosi. Sehingga kami pun mengganti material Zinc (Zn) anoda dengan Alumunium (Al) anoda yang didapatkan dari limbah kaleng. Aluminium menjadi salah satu material yang dapat digunakan pada perlindungan korosi. Komposisi aluminium dalam kaleng minuman kemasan adalah yang paling tinggi, dengan kandungan Al sebesar 93,75%; Mg sebesar 4,82%; Mn sebesar 0,27%; Fe sebesar 0,26% (Risonarta dkk. 2019). Dari kandungan tersebut, alumunium yang terdapat pada kaleng minuman memiliki potensi yang besar sebagai pengganti Zinc anoda,” jelas Ahmad.
Ahmad pun berharap agar hasil inovasi ia dan timnya ini dapat mengatasi kerusakan pada beton yang mengalami korosi. Selain itu, Recyled-Alumunium ini juga diharapkan bisa mengurangi dampak negatif akibat penumpukan limbah kaleng. Limbah kaleng bekas yang dimanfaatkan kembali ini pun akan memberikan nilai tambah jual kaleng bekas sebagai limbah yang dapat diolah kembali, sehingga paradigma masyarakat terhadap nilai dari kaleng bekas pun dapat diubah.
“Dengan demikian, melalui riset ini kami harap permasalahan laju korosi pada beton bertulang dapat teratasi dengan mengkaji perbandingan potensi dan efektivitas penggunaan recycled-Alumunium (AI) dan Zinc (Zn) terhadap pencegahan korosi dengan metode SACP. Selain itu juga dapat menjadi bagian dari upaya kita bersama untuk mencapai target tujuan pembangunan yang sejahtera dan berkelanjutan, atau Sustainable Development Goals (SDGs),” tutup Ahmad. (Ndrex)