Sebagai komoditi ikan air tawar yang memiliki peluang usaha menjanjikan, ketersediaan Gurami dinilai belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan produksi dalam membudidayakan Gurami, salah satunya dengan pembesaran bobot Gurami.
Hal tersebut yang dilakukan kelima mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang melakukan penelitian untuk meningkatkan bobot Gurami sebagai upaya menambah produksi serta pendapatan petani. Kelimanya adalah Arief Wijaya, Ahmad Nurfadil, Dwi Yuni Asmoko, Atnan Setyawan, dan Ogie Hanif Taftozani. Penelitian tersebut juga menjadi salah satu pemenang Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK) 2010.
Menurut Arif, ikan Gurami merupakan suatu komoditi ikan air tawar yang mempunyai peluang usaha yang menjanjikan. Akan tetapi dalam usaha budidaya perikanan diperlukan pula penerapan manajemen didalamnya, agar tujuan dari budidaya itu sendiri dapat dicapai. Salah satu aspek yang menentukan dalam usaha budidaya adalah aspek produksi disamping aspek keuangan dan aspek pemasaran.
“Gurami adalah salah satu dari 15 komoditas ikan yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. yang banyak dikembangkan oleh para petani. Hal ini dikarenakan permintaan pasar cukup tinggi, pemeliharaan mudah serta harga yang relatif stabil,” ujarnya saat ditemui di Kampus Terpadu UMY, Kamis (11/2).
Selain itu, Gurami memiliki prospek menjanjikan untuk dibudidayakan, baik skala kecil maupun besar. Hal itu mengingat gurami mempunyai harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan tawar lainnya sehingga secara ekonomi relatif lebih menguntungkan.
Risiko kematian Gurami juga lebih rendah dibanding ikan tawar lainnya, pakan untuk usaha pembenihan maupun pembesaran Gurami tersedia sepanjang tahun, benih ikan banyak dihasilkan oleh pemerintah melalui Balai Benih Induk (BBI) dan pembudidaya yang khusus menjual benih. “Dari kesemuanya, yang terpenting adalah permintaan pasar terhadap Gurami cukup tinggi dan masih belum terpenuhi, sehingga peluang pasar masih terbuka lebar,” tambah Arif.
Namun, diakuinya, produksi Gurami yang ada saat ini memang belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Hal ini terbukti dari lebih sedikitnya persediaan Gurami di pasaran. “Tidak seperti ikan mas dan lele yang jauh lebih mudah ditemui. Hal inilah yang menjadikan harga gurami pun relatif lebih tinggi, yaitu sekitar Rp. 20.000 – Rp. 27.000 per kilogram sejak tahun 2000. Harga itu oleh berbagai pengamat diperkirakan bertahan hingga 2-3 tahun ke depan,” urai Arif.
Salah satu daerah yang membutuhkan Gurami paling tinggi adalah Jakarta. Saat ini, pasar di Jakarta diperkirakan menyerap Gurami konsumsi sebanyak 10-15 ton/hari. Untuk memenuhinya, para pemasok biasanya berburu ke Parung, Subang, Indramayu, Purwokerto, dan Tulungagung. Namun, sejumlah pasokan tersebut sebenarnya belum memenuhi kebutuhan seluruhnya.
Di Yogyakarta sendiri, sedikitnya persediaan Gurami di pasaran dibuktikan masih banyaknya penjual usaha makanan yang membeli Gurami di luar kota. “Untuk memenuhi kebutuhan Gurami pada sejumlah restoran dan usaha warung makan di Yogyakarta saja, pasokan ikan tersebut baru terpenuhi sekitar 40%. Sementara 60% lainnya masih harus mengambil pasokan dan memenuhi kebutuhan dari luar kota, seperti Majalengka,” papar Arif.
Ogie pun menguraikan kemungkinan faktor penyebab kurangnya persediaan Gurami mengingat peternak umumnya lebih memilih untuk budidaya ikan mas, mujair, dan lele disbanding Gurami. “Pertumbuhan Gurami secara alami memang tidak secepat ikan tawar lainnya karena kantong makannya lebih kecil. Ikan ini tergolong herbivora yang hanya makan protein nabati. Hal ini berbeda dengan jenis ikan konsumsi lainnya yang memakan protein hewani atau karnivora,” terangnya.
Meskipun demikian, anggapan bahwa Gurami tidak dapat segera dipanen sebenarnya perlu diluruskan. “Dengan teknik-teknik tertentu yang dapat dipelajari dan dapat diperoleh dengan mudah, gurami dapat dipacu pertumbuhannya. Salah satunya dengan pemberian pakan yang intensif,” ungkap Ogie.
Untuk itu, penelitian aspek produksi Gurami yang dinilai mereka cocok untuk pengembangan budi daya ikan yang nantinya membuka peluang usaha baru dan diharapkan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Untuk perawatannya, Arif memaparkan Gurami akan meningkat bobotnya apabila makanannya dicampur dengan tumbuhan hijau. Selain pelet sebagai makanan pokok yang diberikan sebanyak dua kali sehari , ikan gurameh akan meningkat berat badannya jika diberi tumbuhan hijau yang dicacah sebagai makanan tambahan. “Sebagai contoh, seekor Gurami yang tidak diberi tumbuhan hijau beratnya hanya mencapai 6-7 ons setelah berumur enam bulan. Sedangkan ikan yang diberi tumbuhan hijau dapat meningkat berat badannya sekitar 8-9 ons dan berat tersebut merupakan berat idel bagi Gurami untuk siap dikonsumsi,” jelasnya.
Proses selanjutnya adalah memberikan nutrisi kedalam air kolam agar bakteri tidak menghambat pertumbuhan benih Gurami. “Setelah sampel benih Guramei dimasukan kedalam kolam dalam jangka waktu satu hari akan mendapatkan hasil. Jika sampel benih gurameh tidak mati, maka kondisi air baik untuk benih tersebut. Namun jika sebaliknya perlu adanya pemilihan bibit Gurami ulang dan dilakukan uji coba kembali setelah kondisi benih sesuai dengan kondisi air yang ada didalam kolam,” papar Atnan.
Dengan melakukan penelitian tersebut, mereka berharap upaya ini akan meningkatkan hasil pertanian Gurami khususnya di area Jawa Tengah yang semula mampu memasok Gurami konsumsi untuk daerah Jawa Tengah dan sekitarnya sebanyak 2-3 ton selain menambah pendapatan dan kesejahteraan petani.
“Terakhir, kami berharap upaya ini mampu menggali potensi kreatifitas dan keterampilan mahasiswa merealisasikan peluang usaha atau bisnis dari karya kreatif dan inovatifnya, tandas Atnan.