Publikasi ilmiah dianggap sebagai salah satu indikator atas majunya sebuah negara. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Scopus, sebuah lembaga penyedia database jurnal dan sitasi di skala internasional, Indonesia berada di peringkat 39 untuk jumlah publikasi ilmiah di dunia. Walaupun pemeringkatan di tingkat Asia masih tergolong baik yaitu di peringkat 9, Zuhud Rozaki, Ph.D. selaku dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan asesor akreditasi jurnal nasional beranggapan bahwa Indonesia masih mengalami tren peningkatan jumlah publikasi ilmiah jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara.
Ini disampaikan oleh Zuhud dalam agenda lokakarya “Mutu Artikel Abdimas: Mengolah Artikel Ilmiah Standar Jurnal Riset” pada Sabtu (16/12). Lokakarya ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari Jurnal Berdikari, salah satu jurnal yang dimiliki UMY dan berfokus di lingkup pengabdian masyarakat.
Zuhud yang menjadi pembicara dalam lokakarya tersebut menjelaskan bahwa ada beberapa aspek yang menentukan kualitas dari sebuah artikel ilmiah yang terpublikasi di jurnal. Berbagai lembaga penyedia database jurnal dan sitasi seperti SINTA dan Scopus memiliki standar yang berbeda, karena setiap lembaga memiliki kriteria penerimaan artikel yang berbeda pula. Ia beranggapan bahwa jurnal yang membahas terkait pengabdian masyarakat memiliki model penelitian yang harus disesuaikan.
“Komponen yang harus dicantumkan dalam model penelitian dari artikel ilmiah yang bersumber dari pengabdian masyarakat tetap harus menggunakan pendekatan penelitian. Pendekatan ini dapat dilakukan di dua kategori artikel ilmiah, yaitu research article dan case-based article. Sederhananya, jika menggunakan research article maka kegiatan pengabdian yang dilakukan memang untuk menghasilkan artikel ilmiah berbasis riset, sementara case-based article diterapkan kepada kegiatan pengabdian yang dianggap tidak sesuai untuk dilakukan riset,” jelas Zuhud.
Jurnal seperti Berdikari yang terindeks di SINTA yang melingkupi indeksasi skala nasional harus memenuhi beberapa kriteria agar memenuhi standar publikasi yang baik. Menurut Zuhud, ada dua poin besar dalam sebuah publikasi ilmiah yang terdiri dari substansi serta manajemen. Ia pun menekankan pentingnya substansi dari sebuah publikasi ilmiah yang menawarkan kebaruan kepada para pembacanya.
“Ada beberapa aspek dalam substansi yang sulit untuk dipenuhi dalam publikasi ilmiah yang bersumber dari pengabdian, seperti kebaruan dan kontribusi terhadap keilmuan jika harus diolah untuk menyesuaikan dengan kualitas publikasi ilmiah yang berbasis riset. Hal tersebut juga yang menjadikan beberapa jurnal pengabdian masyarakat mengalami sedikit kesulitan untuk mencapai indeksasi yang lebih baik,” ungkapnya.
Kepala Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UMY, Dr. Ir. Gatot Supangkat, M.P., IPM. mengatakan bahwa Jurnal Berdikari menjadi wadah untuk melakukan diseminasi atas hasil pengabdian agar dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas, terlebih karena Jurnal Berdikari merupakan satu-satunya jurnal di UMY yang menjadikan pengabdian masyarakat sebagai dasar penelitiannya.
“Saat ini Jurnal Berdikari sudah terindeks di SINTA dan berada dalam kategori 4, dan setelah kami melakukan evaluasi serta ingin mencapai kategori yang lebih tinggi, maka kami harus menyesuaikan kualitas jurnal dengan standar yang berlaku. Lokakarya ini diadakan untuk melakukan perbaikan terutama dari segi artikel dalam publikasi ilmiah, karena kami percaya bahwa harus ada perkembangan yang berkelanjutan terutama di bidang penelitian,” ujarnya.
Gatot juga berharap agar kualitas dari Jurnal Berdikari dapat mengalami peningkatan yang signifikan, sehingga target untuk mencapai indeksasi yang lebih tinggi hingga di level internasional pun dapat tercapai. (ID)