Setiap Universitas pasti pernah menemui beberapa kasus yang menyangkut dalam Universitas tersebut. Kasus-kasus tersebut muncul dari beberapa pihak, salah satunya dosen. Untuk menanggulangi itu semua setiap Universitas pasti memiliki peraturan terkait dengan kode etik dosen, tentunya hal ini untuk mengani kasus dosen yang melanggar kode etik. Seperti halnya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang mempunyai Majelis Kehormatan Etik Dosen (MKED). Hal inilah yang kemudian mendorong Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) untuk belajar dan mengimplementasikan kode etik dosen di UMY. “Kalau di UM Surabaya baru dibentuk tahun 2013 , jadi kami masih belajar, karena kami masih belum tahu bagaimana implementasinya seperti apa. Alasan kami memilih UMY karena kita sama-sama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) jadi kemungkinan besar implementasinya tidak jauh beda, “ jelas Dr. Didin Fatihudin, S.E, M.Si selaku dosen FE UM Surabaya saat menyampaikan tujuannya datang ke UMY pada hari Selasa (6/10) di AR. Fachrudin A Lt.5 UMY.
MKED ini merupakan lembaga non struktural yang ditetapkan oleh rektor dan berdasarkan usulan senat. “Secara umum tugas MKED ini adalah untuk memeriksa kasus pelanggaran kode etik, menilai ada tidaknya pelanggaran kode etik, dan memberikan rekomendasi kepada rektor. Tim MKED ini sebanyak 7 orang yang terdiri dari ketua, sekertaris, dan anggota yang masa jabatannya adalah selama 4 tahun. Kode etik dosen UMY ini memiliki 12 bab yang sudah dilengkapi dengan pasal-pasal yang terkait dari masing-masing bab, “ jelas Prof. dr. H. Moh Anwar, M.Med.Sc., Sp.OG (K) selaku ketua senat UMY.
Prof. Anwar menjelaskan bahwa, bab sebanyak 12 itu terdiri dari, Bab I yang berisi ketentuan umum, Bab II ruang lingkup, Bab III etika dosen terhadap diri sendiri dan keluarga, Bab IV etika dosen terhadap universitas, Bab V etika dosen terhadap sesama dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa. “Bab VI etika dosen dalam kehidupan bermuhamadiyah, Bab VII etika dosen dalam kehidupan bermasyarakat, Bab VIII etika dosen dalam kehidupan bernegara, Bab IX kewajiban dosen terhadap pelaksanaan kode etik, Bab X penegakan kode etik, Bab XI Sanksi, dan Bab XI adalah penutup. Dari kesekian itu para dosen harus memahami dan mematuhi pasal-pasal yang disediakan. Selain itu pasal-pasal tersebut sebagai acuan ketika dosen melanggar kode etik yang sudah ditetepkan, “ imbuhnya.
Prof Anwar juga menyampaikan bahwa ada perbedaan antara PTS dan PTN. “Kalau PTS lebih jarang menemukan kasus tapi, sekalinya dapat kasus langsung besar. Sedangkan PTN lebih banyak jumlah kasusnya, jadi menurut pengamatan saya mungkin ini berhubungan dengan agama. Kalau PTS kan agama bisa menjadi acuannya jadi sangat jarang terjadi kasus. Ini menjadi nilai plus bagi UMY tentunya, “ tambahnya.
Ketika terjadi kasus, MKED UMY juga memiliki peraturan yang harus dipatuhi selama menangani kasus. “Ketika terjadi kasus yang dilakukan oleh salah satu dosen, maka dosen tersebut akan di periksa yang diawali oleh fakultas terlebih dahulu. Jika sudah terbukti, maka itu baru di periksa oleh tim MKED dan pemeriksaan yang dilakukan pun harus objektif dan dalam pemeriksaannya harus ada pihak eksternal untuk membuktikan. Tapi, selama pemeriksaan, pelaku tetap diberi kewenangan untuk mebela diri jadi, kita tidak melulu memberikan kesalahan pada pelaku. Setelah bukti pemeriksaan sudah terkumpul, kemudian baru di rekomendasikan kepada rektor. Jadi, dalam putusan ini rektor yang memiliki kewenangan dan biasanya dalam hal ini rektor akan tetap melakukan musyawarah dalam memutuskannya, “ terang Prof. Anwar lagi.
Kedatangan mereka pun disambut dengan baik oleh Rektor UMY Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A. Prof. Bambang mengatakan bahwa, kunjungan ini bisa untuk menguatkan silaturrahim antar dua Perguruan Tinggi Swasta (PTS). “Saya harap kunjungan ini dapat memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Selain itu ilmu yang kami berikan pun dapat menjadi acuan bagi UM Surabaya dalam mengimplementasikan Kode Etik Dosen di kampusnya, sehingga dengan adanya ini dapat mengurangi kasus dosen yang melanggar kode etik, “ harapnya. (ica)