Ibrahim AS adalah suri tauladan abadi, Ketundukannya kepada sistem kepercayaan, nilai-nilai dan tata aturan ilahiah selalu menjadi contoh yang hidup sepanjang masa. Ketika Allah SWT berfirman kepadanya untuk tunduk dan patuh terhadap islam, maka ia tidak pernah menunda-nundanya walau sesaat, tidak pernah terbetik rasa keraguan sedikitpun, apa lagi menyimpang, namun ia menerima perintah itu dengan seketika dan dengan penuh ketulusan walaupun perintahnya terasa berat.
Hal diatas disampaikan oleh Drs. H. Muhsin Hariyanto, M.Ag. dalam khutbah Idul Adha yang bertempat di halaman kampus Universitas Muhammadiyah Yohyalarta (UMY), Rabu (22/8). Dalam khutbahnya beliau menegaskan bahwa kita harus lebih bisa memaknai kisah-kisah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, bukan hanya merayakanya dengan berkurban setiap tahun karena ada wasiat di balik kisah-kisah Nabi Ibrahim AS. “ Keislaman Ibrahim AS tidak hanya untuk dirinya sendiri, ketundukanya kepada ajaran-ajaran dan syariat Allah SWT bukan hanya bagi dirinya sendiri, bahkan tidak hanya untuk generasi sezamannya, melainkan untuk seluruh generasi ummat manusia,” kata Muhsin.
Telah tertulis dalam surah Al-Baqarah ayat 132 bahwa nabi Ibrahim mengisyaratkan kepada anak dan cucu kita dan generasi sesudahnya menerima dan menegakan Islam secara utuh serta konsisten dalam merealisasikan cita-cita kesejahteraan. “ Ketulusan dalam menerima dan menegakkan Islam serta konsistensi pada cita-cita luhur adalah jaminan untuk memeroleh kesejahteraan hidup,” ungkap Muhsin.
Namun beliau menyayangkan pada zaman sekarang ini walaupun Rasulullah SAW telah menyampaikan kekhawatiranya tentang ciri-ciri sebuah bangsa yang tidak konsisten menjalani tata aturan agama, mereka akan dilanda berbagai krisis, sosial, politik, ekonomi, moral, dan budaya yang berkepanjangan. “Ketidakpatuhan dan inkonsistensi kepada Islam dapat menjerumuskan kehidupan kaum muslimin ke dalam lembah yang penuh nestapa dan akan menjerembabkan manusia ke dalam krisis multi dimensi yang berkepanjangan,” ucap Muhsin.
“Adanya korelasi ciri-ciri yang telah disampaikan Rasulullah SAW dengan zaman sekarang ini seperti gaya hidup yang mengorbankan kemunafikan dan kepura-puraaan di semua sektor kehidupan, politik busul, birokrat tengik, pemimpin yang tidak berkualitas yang kerjanya hanya mengeruk kekayaan untuk dirinya sendiri. Pedagang culas yang tidak mengindahkan norma-norma, para suami yang tidak berdaya, dan merebaknya dekadensi moral yang dilakukan masyarakat secara terang-terangan,” tambah beliau mengingatkan.
Selain itu Muhsin juga mengatakan pada zaman sekarang ini belum terlihat upaya serius untuk menangani masalah tersebut. “Celakanya belum terlihat upaya serius untuk keluar dari krisis yang telah mengepung bangsa ini. Lebih celakanya lagi masih terlihat keengganan bangsa ini termasuk dari pemimpinya untuk kembali ke akar budaya yaitu Islam yang telah dilukiskan oleh Nabi Ibrahim sebagai satu-satunya jalan menuju pencapaian cita-cita kesejahteraan,” ungkap Muhsin.
Dalam Khutbahnya Muhsin juga ikut serta mendoakan pemilu yang akan segera dilaksanakan nanti agar mendatangkan pemimpin yang lebih baik lagi. “Mudah-mudahan pemilu yang akan datang dapat melahirkan transformasi kepemimpinan sehingga memunculkan pemimpin-pemimpin yang bersih dan peduli, mengarahkan kehidupan bangsa ini dan hidup aman serta sentosa di bawah naungan ridha ilahi” ungkap Muhsin.
Di akhir khutbah Muhsin menyampaikan bahwa setiap manusia pasti memiliki “Ismail” dalam dirinya. Dengan makna setiap manusia pasti memiliki hal yang harus dikorbankan untuk rasa cinta dan kasihnya kepada Allah SWT sebagai perwujudan tunduk dan patuh. “Mari kita berdoa dan tunduk kepada Allah SWT dengan harapan semoga Allah senantiasa berkenan untuk memberikan maghfirah, rahmat, hidayah, taufiq-Nya kepada kita semua, kapan pun dan dimana pun kita berada,” pungkas Muhsin. (pras)