Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan sektor yang memiliki peran sangat vital dalam menjaga resiliensi ekonomi domestik. Apalagi mobilitas ekonomi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang hingga kini masih tak kunjung henti mendapatkan tantangan. Bahkan setelah menurunnya penyebaran pandemi Covid-19.
Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. (H.C.) Ir. Airlangga Hartarto, M.B.A., M.M.T., I.P.U dalam sebuah kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Kamis (19/01). Dalam pemaparannya melalui daring, Airlangga menyampaikan bahwa tantangan tesebut dapat diatasi dengan menjadikan kinerja ekonomi domestik tetap kuat dan memiliki daya saing, salah satunya melalui UMKM.
“Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) merupakan sektor yang memiliki peran sangat vital dalam menjaga resiliensi ekonomi domestik. Dengan jumlah yang terus bertambah setiap tahunnya, UMKM semakin mendominasi struktur ekonomi nasional. Bahkan dalam dua dekade terakhir, 57% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional berasal dari UMKM dan berhasil menyerap sekitar 90% dari total tenaga kerja di Indonesia,” ungkapnya.
Dalam setiap periode krisis yang terjadi, UMKM selalu menjadi sektor yang memiliki daya tahan yang baik sehingga menjadikannya dapat pulih dalam jangka waktu singkat. Airlangga pun mengamininya dengan mengatakan bahwa UMKM merupakan pondasi yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional menjadi lebih baik lagi.
Acara yang diselenggarakan di gedung AR Fachruddin B Kampus Terpadu UMY ini juga diisi dengan diskusi sekaligus bedah buku ‘Pembiayaan UMKM’ yang ditulis langsung oleh Airlangga Hartarto. Diskusi dibuka dengan pengantar dari Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir, S.E., M.A..
“Kontribusi dari UMKM, tidak hanya di Indonesi, tetapi juga di sebagian besar negara di dunia itu sangat besar terhadap perekonomian negara mereka,” ungkap Iskandar sekaligus menekankan urgensi untuk memberdayakan UMKM.
Salah satu sisi dari UMKM yang dapat dikembangkan menurut Iskandar adalah dari kontribusinya terhadap ekspor. “Dalam aktifitas ekspor, UMKM hanya menyumbang 15,8% dari total keseluruhan. Berbeda dengan negara lain seperti Jepang dimana sektor UMKM Jepang mampu melakukan ekspor hingga 53,8% dari total keseluruhan,” ujar Iskandar.
Hal ini menjadi wajar karena produk yang dihasilkan UMKM di Indonesia secara kualitas belum dapat menjadi produk yang banyak dikonsumsi masyarakat internasional. Maka dari itu, Iskandar mengatakan bahwa UMKM tidak bisa berdiri sendiri dan perlu mendapat dorongan dari pemerintah berupa pembiayaan dan penguatan UMKM. “Secara teori, jika ingin meningkatkan pendapatan per kapita maka diperlukan modal. Dan jika kita ingin menjadi negara maju di seratus tahun usia Indonesia pada 2045, kita harus membenahi UMKM di Indonesia,” pungkasnya. (ID)