Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali menerima 3 Surat Keputusan (SK) Guru Besar yang secara resmi diserahkan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V (Yogyakarta). Bertambahnya 3 Guru besar ini menambah deretan jumlah guru besar UMY sekaligus menjadikan UMY sebagai perguruan tinggi swasta (PTS) dengan profesor terbanyak di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Kepala LLDIKTI Wilayah V, Prof. Setyabudi Indartono, M.M., Ph.D mengungkapkan, sebelumnya UMY telah menerima 4 SK Guru besar dan hari ini kembali menerima 3 SK Guru besar. Dengan demikian hingga saat ini, UMY sudah memiliki total 46 Guru besar dan angka tersebut menjadi jumlah yang terbanyak di wilayah DIY.
“UMY menjadi kampus PTS di DIY dengan profesor terbanyak. Kemudian berikutnya UII dan UAD mengejar. Termasuk juga di wilayah V ini ada 206 Guru besar, jadi kalau di UMY sudah 46, berarti sudah seperempatnya,” kata Setyabudi pada Senin (25/3) di Lobbi Rektor Gedung AR Fakhruddin A Lantai 1 UMY.
Ia juga menyatakan bahwa UMY memiliki potensi yang sangat besar. Menurut catatan LLDIKTI, UMY memiliki 126 dosen dengan Lektor kepala, 306 Dosen dengan jabatan Lektor, dan 314 Dosen dengan gelar Doktor. Sehingga ia berharap dengan jumlah tersebut dapat segera didorong dan diproses menuju Guru besar.
Ketiga Guru besar yang menerima SK tersebut diantaranya, Prof. Erna Rochmawati, M.NSC, M.Med, Ed.,Ph.D Guru Besar Bidang Ilmu Keperawatan Medikal Bedah. Ia juga merupakan guru besar pertama dari program studi Imu Keperawatan UMY. Kemudian Prof. Dr. Suciati, S.Sos., M.Si., Guru besar bidang Ilmu Psikologi Pendidikan Islam, yang juga menjadi guru besar pertama di prodi Ilmu Komunikasi. Ketiga Prof. Sudarisman, M.S.Mechs, Ph.D Guru besar bidang Ilmu Mekanika Material.
Setyabudi menyebut penyerahan SK kepada tiga guru besar tersebut diharapkan dapat mengakselerasi tri dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Namun menurutnya, urutan tersebut seharusnya dibalik, dengan penelitian menjadi yang utama. Karena dari penelitianlah buku-buku dapat dihasilkan dan dapat menjadi bahan ajar.
“Jangan sampai kita seperti kaset, ke Gramedia beli buku kemudian diberikan di kelas. Justru dengan penelitian itu menjadi buku ajar, buku teks yang kita diseminasikan tidak hanya di seminar tapi juga di kelas,” tandasnya.
Melihat perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat, sehingga penelitian harus diubah menjadi fokus utama bagi dosen. Hasil dari penelitian tersebut dapat di diseminasi dlm berbagai tingkatan pendidikan, mulai dari tingkat Sarjana hingga Doktor. Hasil diseminasi di kelas-kelas tersebut menurut Setyabudi dapat dijadikan sebagai bahan untuk pengabdian kepada masyarakat. Ia pun menegaskan, pengabdian kepada masyarakat harus lebih dari sekadar formalitas, melainkan sebagai implementasi nyata dari keilmuan seorang pengajar.
Lebih lanjut ia mengajak ketiga profesor baru tersebut untuk selalu menjaga dan mengembangkan keilmuan yang dimiliki. Setyabudi menyebut, Prof. Erna, dengan bidang keperawatan medis bedah, dihadapkan pada tantangan perkembangan ilmu pengetahuan yang harus dikembangkan dengan dukungan teknologi, terutama kecerdasan buatan (AI). Begitu juga dengan Prof. Suciati, dengan bidang psikologi pendidikan Islam, yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi perubahan perilaku generasi milenial dan Z. Menurutnya, mereka membutuhkan sentuhan psikologi Islam untuk membentuk karakter yang kuat bagi generasi mendatang.
“Demikian pula dengan Prof. Sudarisman, yang memiliki bidang mekanika material, ada tantangan untuk ke depannya terkait dengan smart material. Ini menjadi PR kita semua,” imbuhnya. (Mut)