Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali mengadakan Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (PILMAPRES) untuk tahun 2018. Kegiatan yang bertujuan untuk memacu perkembangan potensi mahasiswa tersebut diadakan dalam rangka memilih seorang mahasiswa sebagai perwakilan untuk berpartisipasi dalam ajang PILMAPRES tingkat KOPERTIS V. Kegiatan seleksi tersebut dilaksanakan pada hari Senin (12/3) di ruang Sidang Komisi Gedung AR Fachruddin A UMY. Seleksi tersebut diikuti oleh 15 mahasiswa lintas angkatan dari berbagai fakultas di UMY.
Sugito, S.IP., M.Si, Kepala Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni (LPKA) UMY, selaku salah seorang Dewan Penilai untuk seleksi PILMAPRES tingkat universitas menyebutkan bahwa ada beberapa komponen penilaian yang akan digunakan dalam evaluasi. “Dari 15 mahasiswa yang terpilih untuk mengikuti PILMAPRES ini akan diambil 3 besar sebagai pemenang tingkat universitas, dan peringkat terbaik akan menjadi perwakilan UMY sebagai peserta seleksi tingkat KOPERTIS nanti,” ungkap Sugito.
“Untuk komponen penilaian ada beberapa faktor yang kita perhatikan seperti Indeks Prestasi kumulatif dari peserta; kemampuan berbahasa Inggris yang kita lihat dari skor TOEFL; prestasi akademik dan non-akdemik baik yang di dalam ataupun di luar kampus; ide yang ditawarkan dalam bentuk karya tulis ilmiah; dan presentasi dari ide tersebut,” lanjutnya.
Meika Kurnia Puji RDA., M.Si., Ph.D, sebagai salah seorang Dewan Penilai lainnya menyebutkan ada banyak ide yang menarik dalam seleksi PILMAPRES kali ini. “Banyak gagasan menarik yang ditawarkan mahasiwa dalam PILMAPRES kali ini, mulai dari solusi permasalahan masyarakat, pengembangan ekonomi kreatif hingga siasat menjaga diri sendiri,” ungkap Meika.
Salah satu gagasan yang dipresentasikan dalam kesempatan ini adalah pelatihan bela diri praktis sebagai upaya perlindungan diri secara mandiri bagi perempuan oleh Windyanisa Afifah Fauziana, mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMY. “Angka perlakuaan kekerasan yang terjadi kepada perempuan cukup tinggi terjadi di Indonesia. Kekerasan yang dimaksudkan di sini bukan hanya kekerasan fisik atau seksual saja namun juga termasuk berbagai kekerasan yang bersifat psikologikal,” paparnya.
Windyanisa menyebutkan bahwa pemerintah sudah melakukan berbagai pendekatan untuk mengatasi hal ini, namun menurutnya kebanyakan wanita belum mampu melakukan pembelaan diri apabila hal yang tidak dinginkan terjadi. “Pembentukan Komnas Wanita dalam tingkat nasional atau adanya Peraturan Gubernur DIY Nomor 34 tahun 2013 mengenai Rencana Aksi Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah. Namun masih banyak perempuan baik remaja maupun dewasa yang belum mampu mempertahankan dirinya sendiri dari potensi tindak kekerasan,” ujarnya.
“Saya ingin merekomendasikan adanya sosialisasi mengenai pelatihan pertahanan diri untuk perempuan. Pertahanan diri ini tidak selalu dengan melakukan perkelahian dengan pelaku namun dapat pula dengan teknik lainnya misalnya dengan berteriak dan lainnya. Saya juga merkomendasikan agar pertahanan diri ini dapat menjadi bagian dari kurikulum sekolah agar dapat dilakukan secara berkala dan menjadi wawasan bagi para perempuan muda sejak dini,” saran Widyanisa. (raditia)