Limbah-limbah padat dari industri sebenarnya dapat digunakan kembali atau didaur ulang agar dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat dapat diminimalkan. Hal inilah yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yaitu dengan mengembangkan batu bata ramah lingkungan sebagai bagian dari kerangka teknologi ramah lingkungan atau “Green Technology”.
Demikian disampaikan oleh Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, S.T., M.Eng.Sc Ketua Tim Peneliti Jurusan Teknik Sipil UMY yang bekerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan dan Bencana (PSLB) UMY saat di wawancarai di Kampus Terpadu UMY, Selasa (22/11).
Agus menuturkan bahwa dari hasil-hasil penelitian sejak tahun 2005 dengan dana Penelitian Hibah Bersaing Depdiknas dan penelitian internal UMY telah banyak bahan buangan yang dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi. “Banyak yang telah kita teliti dan dikembangkan salah satunya adalah pemanfaatan sampah plastik untuk timbunan konstruksi jalan raya dan saat ini kami mengembangkan batu bata yang ramah lingkungan yang juga berasal dari limbah” ujarnya.
Selain itu Agus juga menjelaskan bahwa proses pembuatan batu bata ini tidak seperti batu bata pada biasanya. “Batu bata yang telah kami kembangkan ini tidak memerlukan proses pembakaran seperti batu bata yang biasanya, bahkan dengan memanfaatkan limbah sisa pembakaran batu bata tersebut dan ada tiga jenis batu bata ramah lingkungan yang telah dikembangkan. Dua jenis batu bata dikembangkan dari limbah agroindustri yaitu “UMY-brick 1” dan “UMY-brick 2” sedangkan satu jenis bata dibuat dari bahan industri knalpot yaitu “UMY-brick 3” jelasnya.
Agus mengungkapkan bahwa banyak keuntungan yang akan diperoleh dengan menggunakan batu bata hasil daur ulang tersebut. “Keuntungan dari batu bata ini adalah diproduksi tanpa proses pembakaran, berat unit yang ringan, dan kekuatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batu bata bakar biasa serta dengan kepadatan batu bata yang ringan ini, maka sangat sesuai dengan wilayah Indonesia yang berisiko terhadap gempa bumi, di mana gaya gempa pada bangunan berbanding lurus dengan berat material bangunan. Semakin berat bangunan, maka semakin besar gaya gempa pada bangunan tersebut” ungkapnya.
“Batu bata hasil penelitian UMY ini memenuhi persyaratan SNI-03-0389-1989 sebagai batu bata kelas A2 yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan non struktural contohnya untuk didinding tembok dan pagar serta dalam pengembangan batu bata ramah lingkungan ini sejak awal tahun 2011 sampai dengan saat ini Jurusan Teknik Sipil UMY telah bekerja sama dengan Curtin University Sarawak Malaysia” tambahnya.
Agus berharap kedepannya nanti akan terus melakukan pengembangan terhadap penelitian selanjutnya. “Dengan menggandeng peneliti dari Curtin University, UMY masih terus mengembangkan penelitian-penelitian lainnya dan kedepannya Jurusan Teknik Sipil dan Pusat Studi Lingkungan dan Bencana UMY mengajak para pelaku industri untuk mengembangkannya bersama-sama” harapnya.