Dalam kehidupan bermasyarakat berbeda dengan kehidupan di kampus. Banyak tantangan sekaligus peluang untuk dapat mengabdikan diri kepada masyarakat.
Demikian disampaikan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ir. Dasron Hamid, M.Sc dalam sambutan wisuda Sarjana dan Pasca Sarjana UMY periode II di Sportorium UMY Sabtu (20/2).
Dasron memaparkan, universitas telah memberikan bekal ilmu, para wisudawan atau lulusan masih perlu mengembangkan ilmu tersebut dan mengimplementasikannya di masyarakat. “Jangan pernah berhenti belajar, tugas manusia untuk terus belajar, dan mengembangkan diri. Selain itu, para alumni juga diharapkan mampu mengembangkan wirausaha sehingga mampu membuka peluang kerja,” urainya.
Dasron menambahkan, para wisudawan harus bangga pada pencapaian yang telah diraih. Para wisudawan diminta untuk menunjukkan bahwa mereka pantas dibanggakan, dan memberikan loyalitas serta dedikasi mereka kepada universitas.
Wisuda Sarjana dan Pascasarjana Periode II tahun Akademik 2009/2010 kali ini, UMY meluluskan 481 wisudawan, yang meliputi 436 wisudawan S1 dan 45 wisudawan S2.
Wisudawan terbaik dan termuda diraih mahasiswa Jurusan Manajemen atas nama Febriana Hestika Mirandi, SE dengan IPK 3,98, umur 20 tahun, 6 bulan 21 hari sedangkan wisudawan tercepat diraih mahasiswa Jurusan Akuntansi, Popy Turlina Sri Handayani, SE dengan lama studi 3 tahun, 2 bulan, 23 hari.
Sementara itu sebagai wisudawan terbaik sekaligus termuda, Febriana selama kuliah juga meraih berbagai prestasi. Prestasi yang diraihnya meliputi peserta magang Program Cooperative Academic Education (COOP) PT Telkom, penerima dana Program Mahasiswa Wirausaha dari DIKTI melalui sate tempe, penerima beasiswa Beasiswa Umum dari UMY selama dua kali, dan terlibat dalam penelitian mahasiswa setiap tahunnya selama tiga tahun terakhir.
Dalam skripsinya, Febri menjelaskan kekuatan perekonomian dunia saat ini tidak lagi dikuasai oleh negara, namun kekuasaan perekonomian telah bergeser dari negara ke sektor bisnis. “Kekuatan ekonomi sektor bisnis menjadi kekuatan baru perekonomian yang bahkan kekuatannya melebihi kekuatan negara. Kekuasaan dan pengaruh perusahaan raksasa di berbagai ranah kehidupan masyarakat yang semakin kokoh merupakan fakta empiris,” ungkapnya.
Seiring dengan makin meningkatnya desakan akan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan, bisnis modern kini telah merubah arah bisnisnya yang selama ini terkesan profit oriented menjadi entitas bisnis yang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Perubahan pada tingkat kesadaran korporasi memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Namun disadari atau tidak, pelaksanaan CSR masih dalam dilema eksistensial. Belum ada keseragaman pemahaman perusahaan mengenai CSR.
Terkait dengan kekuatan tersebut, Febri menuturkan dampak positif maupun negatifnya sangat besar. Tidak bisa disangkal memang, korporasi telah memberikan kemajuan bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dll. Akan tetapi pengaruh negatifnya pun sangat sebanding, seperti adanya Kerusakan lingkungan, proses pemiskinan dan marginalisasi kelompok masyarakat rentan, kian lebarnya kesenjangan ekonomi serta pengaruhnya terhadap proses politik yang tidak demokratis di berbagai jenjang pemerintahan, yang mana hal tersebut hanyalah sebagian dari dampak negatif itu.
“Kritik itulah yang selanjutnya melahirkan sebuah konsep baru dalam dunia bisnis untuk mencari solusi bersama dan CSR lahir sebagai desakan dari masyarakat atas perilaku bisnisnya,” tutur Febri. CSR pun kemudian menjadi topik baru yang sering dibicarakan oleh dunia usaha, aktivis LSM maupun kalangan akademisi. Sulit dipungkiri bahwa CSR yang tadinya merupakan isu marginal kini telah menjelma menjadi isu sentral. “Namun disadari atau tidak, pelaksanaan CSR masih dalam dilema eksistensial. Belum ada keseragaman pemahaman perusahaan mengenai CSR,” tambahnya.
CSR sebenarnya bukan merupakan konsep yang baru, CSR secara nonstruktur telah lama berkembang dalam dunia bisnis. Sejatinya telah banyak perusahaan yang memasukkan CSR ke dalam visi bisnis perusahaan. “Akan tetapi, tidak sedikit perusahaan yang melaksanaan CSR secara tidak terarah dan kurang efektif. CSR hanya dianggap sebagai sebuah tren, bahkan CSR terkadang masih dianggap sebagai biaya semata, bukan merupakan investasi sosial yang memberikan banyak manfaat bagi perusahaan,” tandas Febri