Univertsitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali menguji Doktor Politik Islam. Mahmud Hamzawi Fahim Usman berkebangsaan Mesir, mengajukan disertasinya berjudul “Kebijakan Rezim Otoriter Terhadap Islam Politik (Studi Kasus Rezim Soeharto dan Anwar Sadat)”. Ia merupakan mahasiswa angkatan ketiga Program Doktor Politik Islam, Program Pascasarjana UMY.
Mahmud dijadwalkan akan mempertahankan disertasinya besok Kamis(22/3) di Ruang Sidang AR Fahrudin A lantai 5 UMY. Ia dipromotori Prof. Dr. Tulus Warsito, M.Si dan Dr. Sidik Jatmika M.Si. Tim Penguji tersebut juga beranggotakan Prof. Dr. Amien Rais, M.A, Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A., Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc. dan Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A.. Sementara sebagai ketua sidang Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, MP, serta sekretaris sidang Dr. Imamudin Yuliadi.
Ditemui di sela-sela persiapan sidang di Kampus Terpadu UMY, Rabu(21/3) Mahmud menjelaskan, terdapat kesamaan yang signifikan dan komparabel pada kebijakan terhadap Islam Politik yang dilakukan Soeharto pada masa orde baru dengan rezim Presiden ke-3 Mesir, Anwar Sadat. Kedua pemimpin rezim otoriter di masing-masing negara ini sama-sama mengintensifkan kebijakan subjugasi dengan dua modus, kekerasan dan peminggiran serta modus propaganda dan politik citra. “Misalnya, keduanya melakukan kecurangan pemilu dengan manipulasi dan intimidasi. Keduanya juga melakukan propaganda budaya politik bahwa negara akan dalam bahaya jika kelompok Islam Politik atau Komunis mengambil kekuasaan”.
Keduanya menurut Mahmud juga sama-sama melakukan upaya akomodasi untuk mengatasi krisis kekurangan dukungan elit politik partai yang berkuasa. Soeharto melakukannya misalnya dengan menambah jumlah aktivis Islam di pemerintah dan member amnesti kepada tahanan-tahana aktivis Islam. “Begitu Juga Anwar Sadat, rezimnya membebaskan tahanan Islam Politik dari Ikhwanul Muslimin dan kelompok radikal lainnya pada tahun 1972. Hal ini dalam rangka memperoleh dukungan politik dari kelompok-kelompok tersebut.
Meskipun demikian, terdapat perbedaan yang juga cukup signifikan pada reaksi masyarakat Islam Politik menjelang akhir kedua rezim akibat kebijakan-kebijakan yang diambil. Soeharto yang hanya mengakomodir aktivisme Islam moderat yang bersifat substansivistik, membuat rezimnya menghadapai transformasi corak-corak legal-formalistik menjadi substansivistik. “Sementara ruang kebebasan yang diberikan Anwar Sadat bagi kelompok Islam mengakibatkan munculnya reaksi tidak hanya berbentuk garis moderat, tetapi juga garis keras”, terangnya.
Sekretaris Program Doktor Politik Islam UMY Dr. Sidik Jatmika M.Si menuturkan, adalah sebuah kebanggaan sekaligus kehormatan tersendiri bagi UMY jika bisa meluluskan seorang mahasiswa Internasional yang menempuh studi tepat waktu yaitu tiga tahun. “Bahkan seorang Amien Rais saja sangat mengapresiasi mahasiswa Mesir yang justru sangat keras berupaya mengkaji Politik Islam di Indonesia. Menjadi sangat besar apresiasi yang diberikan beliau karena beliau juga mengkaji Ikhwanul Muslimin dan Politik Mesir dalam disertasinya,” tandas Sidik.
Sebelum menempuh program doktor Politik Islam di UMY, Mahmud juga memperoleh gelar Magister Psikologi Pendidikan Islam di Pascasarjana UMY pada 2009, serta gelar Sarjana Studi Islam di Universitas Al-Azhar Mesir pada 1999. Ia juga aktif di UMY sebagai pengurus Asrama University Residence Putra UMY sejak 2008. Di luar UMY, ia merupakan penerjemah tidak tetap di Kedutaan Republik Arab Mesir di Jakarta sejak 2011 silam.(fariz)