Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan dunia, Muhammadiyah harus memiliki sifat berkemajuan. Salah satunya dalam melihat perbedaan mazhab dan mengimplementasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Ini sesuai dengan yang disampaikan oleh pemuka agama ternama di Indonesia, Dr. H. Adi Hidayat, Lc., M.A. dalam acara Pengajian Ramadhan 1444 H yang diadakan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pada Sabtu (25/3).
Menurut Adi, warga Muhammadiyah harus bersikap berkemajuan dan lebih bijak dalam perbedaan mazhab ini. “Ambil yang paling sesuai yang bisa kita pilih sesuai konteks. Tapi bila ada fatwa2 dari ijtihad yang berbeda itu tidak harus mencela, kita harus menghormati, sekalipun kita tidak melakukannya. Saya kira itulah risalah islam berkemajuan yang dimiliki oleh Muhammadiyah,” tegasnya.
Adi juga menyebutkan ada beberapa pilihan dalam mempraktikkan ajaran-ajaran Islam, yang dikenal dengan istilah manhaj. Namun, ketika seorang muslim sudah memilih salah satu dari pilihan tersebut, menjadi lebih dikenal dengan istilah mazhab.
“Mazhab bukanlah sebuah kelompok. Jika didefiniskan, mazhab merupakan apa yang dicenderungi untuk diambil. Karena jika kita lihat sejarahnya, Rasulullah di semasa hidupnya telah mengajarkan semua hal terkait Islam. Setelah beliau wafat, baru kemudian umat Islam berpencar ke empat wilayah besar dan ada 130 sahabat nabi yang berfatwa di berbagai wilayah ini,” imbuh Adi.
Adi mengatakan bahwa menjadi hal yang wajar jika umat Islam hanya mengambil salah satu dari empat mazhab yang diajarkan di empat wilayah ini. “Karena tidak mungkin untuk mengajarkan sekaligus mempraktekkan keempat mazhab sekaligus. Kita harus memilih salah satu, dan ketika kita sudah memilih, itulah yang disebut dengan mazhab,” jelasnya.
Lebih lanjut, dalam pengajian yang digelar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini, Adi menjelaskan bahwa manhaj dan mazhab merupakan dua konsep yang berbeda. Dimana menurut Adi, manhaj merupakan pedoman berkehidupan yang menata umat Islam untuk mengimplementasikan nilai-nilai ketaqwaan dalam bentuk ritual pada nilai-nilai sosial bermasyarakat.
“Turunan dari manhaj ada dua, dimana salah satunya melahirkan mazhab di kemudian hari. Seluruh syariat dan pedoman berupa manhaj ini terkandung dalam Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah,” ujar Adi. Ia juga menambahkan bahwa Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab dalam Islam yang dijaga manhaj-nya hingga kehidupan berakhir, sebagai petunjuk bagi umat manusia.
Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga menegaskan setiap manusia yang berkehidupan tidak akan lepas dari petunjuk Allah berupa manhaj dan syariat melalui para rasul. Dan jika diurutkan secara genealogi dari Nabi Muhammad hingga Nabi Adam, semuanya tersambung sekaligus dengan manhaj dan syariatnya.
Bahkan garis keturunan dari pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan tersambung langsung kepada Rasulullah. “Maka, kita patut berbahagia karena Muhammadiyah bukan hanya sekadar persyarikatan. Namun, manhaj dan syariat bahkan genealogi pendirinya tersambung kepada Rasulullah,” pungkas Adi. (ID)