Pemisahan ilmu pengetahuan umum dengan ilmu agama merupakan bentuk dari sekulersime yang dirasa tidak diperlukan dalam aktifitas pembelajaran. Ini disampaikan oleh Ustadz Bachtiar Nasir, Lc. M.M., yang menyampaikan bahwa hakikat dari ilmu yang sebenarnya adalah untuk mengantarkan umat manusia kepada konsep ketuhanan. Hasil dari memahami kedua ilmu tersebut dapat membentuk adab mulia dari para generasi muda, yang berujung kepada kebermanfaatan di masyarakat.
Ustadz Bachtiar Nasir menjadi pembicara dalam agenda Orientasi Studi Dasar Islam (OSDI) bagi para mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Kamis (26/9). Ia menyebutkan bahwa salah satu ciri yang dimiliki orang berilmu adalah menghargai perbedaan dan bertoleransi, namun tetap berlandaskan ketentuan agama. Ia menegaskan konsep perbedaan sudah ada jauh lebih awal sebelum adanya peradaban manusia.
“Di samping dengan menghargai perbedaan, adab yang dimiliki oleh orang yang berilmu adalah dengan menjaga keseimbangan lingkungan sebagai pemimpin di muka bumi. Maraknya perusakan alam yang terjadi termasuk di Indonesia harus menjadi pengingat bagi para mahasiswa untuk bergerak dan berbicara, dalam kapasitasnya sebagai orang berilmu dan beradab,” ujarnya di hadapan ribuan mahasiswa baru UMY.
Bachtiar mengingatkan agar para mahasiswa dapat menerapkan keilmuan dan adab yang mereka miliki untuk menjadi pribadi yang bermanfaat di masyarakat, dengan mencontoh teladan nabi Muhammad. Ia mengibaratkan bahwa manfaat dari seseorang adalah seperti mata air, yang memberikan kebaikan tanpa pamrih dan tanpa memilih siapa yang diberikan. Menurutnya, prinsip air adalah fleksibel dan terus mencari celah untuk menebar kebaikan.
“Jadilah sumber kehidupan di masyarakat, dengan terlibat aktif dalam berbagai program relawan di daerah terpencil. Dengan berbagi ilmu dan pendidikan, kalian tidak hanya mencerdaskan bangsa, namun juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Ini yang dimaksud dengan mata air, memberi kehidupan bagi lingkungannya,” imbuh Bachtiar.
Kampus menjadi wadah untuk membentuk dan melatih karakter tersebut, dengan menciptakan suasana yang damai di lingkungan kampus. Hal sederhana seperti menjadi teladan dengan menjaga perilaku dan sikap, menurut Bachtiar dapat memberikan dampak positif bagi sekitar. Kepribadian ini dapat menjadi pegangan bagi mahasiswa dalam beradaptasi dengan lingkungan baru, karena kemampuannya untuk memberikan manfaat bagi sesama.
“UMY akan menjadi pintu gerbang bagi para generasi muda bangsa untuk masuk ke dunia modern tanpa rasa canggung, karena insya Allah kalian akan menjadi orang berilmu dan beradab. Para lulusan UMY akan beradaptasi dengan modernitas dengan cara yang benar, tanpa mengesampingkan prinsip keagamaan dan kemanusiaan,” pungkas Bachtiar. (ID)