Menulis diartikan sebagian orang menjadi sebuah kegiatan yang membutuhkan idealisme sehingga membuahkan tulisan yang sempurna. Namun, pendapat ini terkadang dipertanyakan saat tulisan yang ideal tersebut tidak secara langsung memberi keuntungan bagi si penulis. Pendapat ini lalu diluruskan dengan menyebut bahwa menulis dapat memberi keuntungan bagi si penulis, bahkan keuntungan finansial.
Hal inilah yang melatarbelakangi Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HIMIE UMY) sehingga menyelenggarakan Seminar Sehari Writerpreneuer “Bukan Penulis Biasa”, Sabtu (12/3) di Lantai Dasar Masjid KHA Dahlan Kampus Terpadu UMY dalam rangkaian Milad UMY sejak pada awal Maret lalu.
Menurut Bagus Lutfi Sujiwo, trainer dan penulis buku seri “Takonologi” yang mengisi seminar tersebut, menulis pada dasarnya merupakan sebuah peluang usaha yang sangat besar. Ia mencontohkan pengalaman pribadinya saat gagal melanjutkan usaha ekspor impor mebel. Kemampuannya menulis bukulah yang menurutnya menjadi penyelamat hidup. Dengan menulis buku, lirik lagu, naskah senitron dan film, Bagus meraih keuntungan finansial yang cukup besar.
Permasalahan lain dari kurangnya minat menulis menurut Bagus sangat sederhana. Kebanyakan dari mereka merasa minder saat nantinya harus berkompetisi dengan orang lain yang lebih berkemampuan sehingga tidak mendapatkan ide menulis. Ini menurut Bagus adalah paradigma yang salah.
BAgus menceritakan beberapa orang justru bertanya kepadanya apakah untuk menulis buku harus menjadi orang yang mahir terlebih dahulu. Pertanyaan itu lalu dijawab balik dengan pertanyaan lain oleh penulis yang juga dikenal dengan sebutan Mr. Takon ini. “Apakah untuk menjadi pengusaha harus kaya terlebih dahulu? Bukankah tujuan melakukan usaha justru agar jadi kaya?”, jelas Bagus dengan analogi.
Mengenai ide menulis, Bagus menyarakan kepada para peserta seminar untuk menulis dengan otak kanan terlebih dahulu. Yang dimaksud Bagus adalah menulis sebaiknya dilakukan secara lepas dengan mengeluarkan semua imajinasi yang ada. “Setelah menulis lepas, barulah otak kiri bekerja untuk mengedit sehingga tulisan dapat disusun menjadi bukan tulisan biasa”, terang penulis yang juga kerap menggunakan nama Lupeng Magnum dalam bukunya.
Sedangkan menurut salah satu Steering Committee Ita Husnatin, sebagian mahasiswa yang kurang meminati kegiatan menulis biasanya menganggap menulis merupakan hanya merupakan sebuah kegiatan yang berhenti pada kertas saja dan tidak menghasilkan sesuatu yang lebih. Padahal, menulis adalah kegiatan yang tidak sesederhana itu. “Paradigma ini yang ingin kita ubah, menulis sesungguhnya merupakan sebuah modal besar dalam hidup”, jelas Ita yang juga bertindak sebagai moderator dalam seminar tersebut.
Ita juga menjelaskan itulah mengapa dalam seminar ini juga diluncurkan “Rumah Penulis” sebagai tindak lanjut dari paradigma ini. Komunitas ini dibentuk untuk mewadahi para mahasiswa untuk berani menulis. Para anggota akan diarahkan untuk menulis setidaknya satu buku yang setelahnya akan diupayakan untuk diterbitkan. ”Rumah Penulis ini selanjutnya akan diisi berbagai penulis ternama salah satunya Mas Bagus yang mengisi seminar”, jelas Mahasiswa Ilmu Ekonomi 2010 ini.
Selain “rumah Menulis”, seminar tersebut juga digunakan sebagai ajang peresmian komunitas baru di lingkunagn Program Studi Ilmu Ekonomi yaitu Student Entrepreneur Departement (SED). SED merupakan sebuah komunitas yang muncul sebagai ajang praktek entrepreneurship bagi mahasiswa UMY khususnya Program Studi Ekonomi.
Hingga saat ini SED telah mendorong para anggotanya dalam membuka beberapa usaha yang sudah berjalan. Misalnya usaha laundry syariah, distro islami, catering, persewaan alat digital, dan produsen merchandise.
Hadir pula dalam seminar ini, pembicara Rianaldy Ihsan, seorang direktur sebuah perusahaan Printing dan Publishing yang mengisi topik menjadi penulis dan entrenpeneur yang Qur’ani.