Yogyakarta (28/4) – Indonesia layak menyandang sebagai salah satu negara pemilik potensi pariwisata terbesar di dunia. Menurut catatan The Travel and Tourist Competitiveness Report, Indonesia saat ini hanya berada pada urutan 81 dunia di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand. Dalam hal ini, perlu upaya yang hanya tidak berasal dari pemerintah, melainkan juga dari pihak swasta, masyarakat dan pihak lain untuk mewujudkan Wonderful Indonesia.
Demikian diungkapkan Kepala Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan Kementrian Budaya dan Pariwisata Republik Indonesia (Kemenbudpar RI), Ir. Widodo, M.Si saat mengisi acara Seminar Nasional bertajuk “Indonesian Tourism Policy Challenge” yang selenggarakan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (KOMAHI UMY), Kamis (28/4) di Ruang Mini Theater Pusat Pelatihan Bahasa UMY.
Menurut Widodo, pariwisata memang merupakan sebuah hal yang amat kompleks. Pariwisata secara luas membutuhkan peran semua lapisan masyarakat. Setelahnya dampak positif dari pengembangan pariwisata tersebut sehingga juga akan dirasakan oleh seluruh lapisan. “Tidak hanya pemerintah dan pihak swasta pengembang hotel atau biro perjalanan misalnya yang akan merasakan dampak positif dari datangnya turis asing, petani, supir angkot, penjaja makanan pun akan berada di pihak yang diuntungkan”, terangnya.
Widodo selanjutanya mengibaratkan pariwisata sebagai pertunjukkan seni Orchestra. Untuk menghasilkan karya seni music yang besar, setiap pemain musik orchestra memainkan setiap alat musik dengan harmonis. Dan hal ini dilakukan dengan komunikasi dan tuntunan partitur. “Demikian pula pariwisata. Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat harus berkomunikasi agar dihasilkan satu tujuan dalam pengembangan pariwisata”, jelas Widodo.
Upaya komunikasi di antara pihak-pihak internal ini menurut Widodo juga mengalami tantangan dari luar negeri. Saat ini, kompetisi di antara negara-negara di dunia dalam menciptakan destinasi pariwisata semakin ketat. Belum lagi semakin pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di dunia yang saat ini memiliki peran semakin besar.
Terkait kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, hal ini terkadang justru berdampak negative jika melihat kondisi di Indoesia. Menurut Widodo, upaya promosi pariwisata Indonesia secara besar-besar di luar negeri menjadi percuma saat media Indonesia memberitakan demonstasi atau kekerasan misalnya. Mendengar hal itu, turis asing pasti akan berikir dua kali untuk datang ke Indonesia.
Widodo juga mengungkapkan bahwa kondisi geografis Indonesia justru menjadi salah satu poin sulitnya mengembangkan pariwisata. Jarak yang jauh antara pulau-pulau di Indonesia diperparah dengan sulitnya koordinasi antar pemerintah daerah yang jumlahnya tidak sedikit. “Orang-orang lebih memilih ke Malaysia karena memakan biaya lebih rendah. Terlebih Malaysia lebih dekat dengan Singapura yang notabene menjadi gerbang penerbangan negara-negara Asia tenggara ke dunia”
Dalam menanggapi permasalah ini, proses Standardisasi Kompetensi dinilai Widodo sangat penting. Kemenbudpar saat ini sedang berupaya menjadikan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKNNI) menjadi salah satu basis standar dunia. Hal ini paling tidak dibuktikan dengan mulai banyaknya ekspor tenaga kerja berkompetensi dalam bidang pariwisata ke Arab dan beberapa negara Eropa. “Dengan banyaknya tenaga kerja Indonesia di luar negeri, diharapkan dapat mencerminkan kualitas pariwisata Indonesia.
Selain Widodo, hadir juga sebagai pembicara dalam hal ini Ketua Masyarakat Pariwisata Indonesia, Ir. Bagus Ardhi Baliantoro, MBA. Dalam seminar ini ia menjelaskan tren perkembangan pariwisata du wilayah Asia Pasifik dengan melihat Singapura dan Cina sebagai destinasi favorit.